Rabu, 2 September 2009 20:04 WIB | Peristiwa | Politik/Hankam |
Brisbane (ANTARA News) - Pemerintah Australia menganggap Hambali, warga negara Indonesia yang sejak enam tahun terakhir ditahan aparat keamanan Amerika Serikat (AS), sebagai "seorang teroris" wajib diadili.
"Hambali adalah teroris yang harus diadili," kata Menteri Luar Negeri Australia, Stephen Smith, Rabu, menanggapi laporan media yang mengindikasikan aparat hukum AS tidak memiliki cukup bukti untuk menjerat Hambali dalam kasus Bom Bali 2002 yang menewaskan 202 orang, termasuk 88 warga Australia.
Menurut laporan ABC, Menlu Smith menyerahkan sepenuhnya keputusan apakah Hambali dapat didakwa terlibat kasus Bom Bali atau tidak kepada otoritas hukum AS namun Australia tetap menganggapnya sebagai seorang teroris yang harus diadili.
Nama Hambali alias Encep Nurjaman alias Riduan Isamuddin ini kembali menarik perhatian pemerintah dan media di Australia setelah akhir pekan lalu "The Weekend Australian" memuat berita tentang tidak cukupnya bukti para jaksa penuntut militer AS untuk menjerat WNI asal Cianjur ini dalam kasus Bom Bali 2002.
"The Weekend Australian" mendapat informasi tentang tidak cukupnya bukti keterlibatan Hambali dalam insiden Bom Bali 12 Oktober 2002 yang menewaskan 202 orang dan melukai 209 orang lainnya itu dari sejumlah pejabat senior AS.
Hambali ditangkap di Thailand pada 2003 dan sejak itu ditahan aparat keamanan AS. Selama ini, WNI yang dituduh sebagai salah seorang pentolan kelompok Jamaah Islamiyah ini dicurigai ikut berperan dalam insiden Bom Bali 2002 dan serangkaian aksi terorisme lainnya di Indonesia.
Maret lalu, surat kabar Singapura "Straits Times" menurunkan berita tentang pertemuan beberapa orang aparat Densus 88 Polri dan Badan Intelijen Negara (BIN) dengan Hambali di Penjara Guantanamo, Kuba.
Mengutip sumber yang mengetahui pertemuan tersebut, "Strait Times" menyebutkan bahwa Hambali mengaku terlibat dalam sejumlah aksi teror, termasuk bom malam Natal tahun 2000, bom Bali 2002, dan serangan terhadap Hotel JW Marriott Jakarta (2003). (*)
0 Komentar