FGD (Focus Group Discussion) bertema “Menghapus Diskriminasi, Membangun Perlindungan Holistik Jaminan Beragama/Berkeyakinan di Jawa Timur” tersebut sedianya diselenggarakan pada Kamis 13 Januari 2011, pukul 13.00-17.00 WIB di Hotel Inna Simpang Surabaya. Diskusi ini merupakan rangkaian dari upaya menampung pendapat kelompok minoritas terkait dengan jaminan kebebasan beragama/ berkeyakinan secara menyeluruh.
Setara Institute bersama dengan Center for Marginalized Communities Studies (CMARs) Surabaya, sebagai penyelenggara diskusi, juga mengundang berbagai lembaga pemerintahan, antara lain: Kejaksaan Negeri Jawa Timur, Bakesbangpol Jawa Timur, Kementerian Agama Jawa Timur, dan Komisi A DPRD I Jawa Timur.
Diskusi akhirnya gagal diselenggarakan karena orang-orang yang mengaku FPI Surabaya datang dan mengancam akan menyerang dan membubarkan diskusi. Akhol Firdaus dan A. Zainul Hamdi (dari CMARs) sudah datang ke hotel sejak pukul 11.00 WIB. Rencananya, ada obrolan ringan antara CMARs dengan fasilitator diskusi, Bonar Tigor Naipospos, dari Setara Institute.
11.45 Wib. Terlihat 2 orang berpakaian gamis mondar-mandir diarea lobby, repsesionis dan coffee shop hotel.
Diskusi ringan tersebut tetap berlanjut sampai pukul 13.00, sebelum akhirnya beberapa peserta diskusi datang. Pdt. Simon Filantropa (dari GKI Sinode Jawa Timur) yang pertama kali datang kemudian disusul oleh peserta-peserta lainnya. Sejak datang, Pdt. Simon sudah memberitahu panitia bahwa acara tersebut akan diserang oleh FPI Surabaya.
12.30 seorang berpakaian gamis berjalan dengan seorang security hotel berpakaian satpam (Harnadi) menuju ruang pertemuan. Orang tersebut mengaku dari FPI, betanya-tanya kepada manajemen hotel terkait acara diskusi, sambil berjalan bersama menuju ruang diskusi.
Intel polisi (Antonius) dari Polda Jawa Timur juga datang pada saat bersamaan. Intel polisi tersebut memberi tahu kepada panitia informasi yang sama bahwa, FPI akan menyerang acara diskusi tersebut.
13.00. Pihak hotel chief security (Subri) bersama anggota kepolisian (sugeng) dan disusul anggota Intelkam Polrestabes Surabaya. Meminta acara dibatalkan karena adanya ancaman FPI akan membubarkan paksa.
Jam 13.30 datang lagi seorang FPI dan menjumpai panitia untuk menanyakan soal diskusi. Kedua orang yang mengaku FPI tersebut ditemui oleh panitia. Keduanya manyampaikan keberatan FPI terkait diskusi tersebut karena diduga Ada unsur Ahmadiyah dan kelompok gay dan lesbian di dalam.
Keduanya mengaku mendapat informasi tersebut dari salah seorang pejabat di Bakesbangpol Jatim. Kedua orang tersebut juga ngotot, diskusi harus bubar karena sama dengan melegalkan keberadaan Ahmadiyah dan kelompok gay dan lesbian. Panitia berusaha menjelaskan kepada perwakilan FPI bahwa diskusi hanya membahas soal jaminan kebebasan beragama. Tidak ada yang perlu ditakuti dari diskusi ini karena justru dilakukan untuk mencari solusi terbaik atas jaminan kebebasan beragama.
13.15 WIB, di ruang lobi panitia berkoordinasi dengan pihak hotel (manager) bersama ibu Tutik. Mereka juga meminta acara dibatalkan karena adanya permintaan dari pihak kepolisian dengan alasan tidak adanya izin/pemberitahuan. Panitia mengatakan, pihak hotel jangan dulu mengambil keputusan pembatalan acara ini, panitia akan melakukan lobi dan komunikasi dengan pihak kepolisian. Pihak managemen hotel akan memberikan tempat dengan syarat adanya izin dari pihak kepolisian.
14.00. Panitia bertemu dengan pihak kepolisian (wakasat intelkam Polrestabes Surabaya Kompol Bagio dan diikuti oleh anggota Bakesbangpol Pemkot Surabaya (Anang) meminta hal yang sama dengan alasan yang sama mengenai izin serta mengeluarkan ancaman.
“ Karna ada kunjungan (RI1) dan saya tidak mau ada gangguan, agar acara ini distop. Daripada FPI datang ke sini, lebih baik acara ini dibubarkan,” ancam wakasat intelkam Polrestabes Surabaya.
Terjadi diskusi yang alot dan terkesan konyol dengan argumen pihak kepolisian untuk mencari-cari alasan pembubaran acara ini.
Di tempat berbeda, salah satu panitia (akhol) masih memberikan kepada orang-orang FPI bahwa semua tuduhan mereka tidak benar. Intel polisi (Antonius) yang ada di situ. Eyel-eyelan berlangsung sampai jam 14.30 WIB. Intel polisi justru memihak FPI dengan menanyakan izin acara. Diskusi dianggap tidak legal karena tidak mendapat izin dari Polda Jawa Timur atau Polrestabes Surabaya.
Jam 14.30 WIB ruang lobi dan coffee shop hotel sudah dipenuhi oleh banyaknya intel polisi dan orang-orang yang tidak dikenal. Desakan untuk membubarkan acara semakin kuat karena polisi yang ada di lokasi hotel sudah menyampaikan pesan dari Kasat intel Polrestabel Surabaya bahwa acara FGD tersebut dibubarkan karena tidak mengantongi izin.
Wakasat Intel Polrestabes Surabaya bahkan turun tangan sendiri dan menjumpai panitia bahwa acara harus dihentikan. Ada dua alasan yang dipakai polisi untuk membubarkan acara secara paksa; pertama, acara tidak mengantongi izin. Kedua, acara dikhawatirkan bisa mengganggu kondusifitas Surabaya karena pada saat bersamaan Presiden SBY sedang berada di Surabaya untuk membuka Kongres Gerakan Pemuda (GP) Ansor.
Di saat panitia sedang sibuk menghadapi polisi, 2 orang FPI juga terus merangsek masuk ke coffee shop hotel untuk memastikan bahwa acara tersebut harus bubar. Jam 15.15 wartawan berdatangan ke hotel. Panitia langsung melakukan konferensi pers. Dalam konferensi pers, Bonar Tigor Naipospos bersama dengan KH. Imam Ghazali Said (FKUB Surabaya) menjelaskan kepada media bahwa acara diskusi dibubarkan paksa oleh polisi. Seperti biasa, polisi cenderung tunduk pada tekanan FPI.
Saat konferensi pers berlangsung, banyak intel polisi dan perwakilan FPI yang membaur. Sekali lagi, perwakilan FPI menyela dan menghambat proses konferensi pers dengan berteriak-teriak. Polisi tidak menghentikan aksi tersebut.
Jam 16.00 WIB peserta dan panitia yang bertahan di restaurant hotel, memutuskan untuk memulai obrolan ringan karena semua peserta diskusi sudah datang. Ketika hendak memasuki ruang diskusi (ruang airlangga), ternyata pintu ruang tersebut sudah dikunci terlebih dahulu oleh pihak manajemen hotel.
Polisi dan FPI menekan pihak manajemen hotel agar tidak membiarkan diskusi berlangsung. Panitia akhirnya memutuskan untuk berbicara ringan di ruang restaurant hotel. Baru berselang 15 menit, 16.15 WIB wakasat intel Polrestabel Surabaya dan seluruh intel polisi masuh ke ruang restaurant dan mendesak diskusi untuk bubar. wakasat intel Polrestabes berdalih bahwa laskar FPI dalam jumlah ratusan telah siap di Majid Akbar Surabaya untuk menyerang ke hotel.
Panitia dan peserta diskusi tetap bertahan, tapi polisi kemudian menekan manajemen hotel untuk mengusir panitia dan peserta diskusi. Satpam dan keamanan hotel masuk ruang restaurant dan memaksa diskusi bubar. Lampu restauran juga dimatikan. Ketika lampu dimatikan pihak keamanan hotel turut serta dan memaksa peserta untuk keluar dari hotel, sementara FPI dan Arukat Jaswadi terus berteriak-teriak agar peserta FGD diusir dari hotel Panitia dan peserta diskusi diusir secara tidak terhormat oleh manajemen hotel Inna Simpang Surabaya. Tampak di lobi hotel Arukat Jaswadi sedang berbicara dengan peserta FGD dari Bakesbangpol. Darinya Arukat mengambil surat undangan FGD kepada Bakesbangpol dan ditunjukkan kepada Wakasat Intel Polres Surabaya. Di luar tampak Wakapolda (Coki) hadir di luar hotel berdiri diantara petugas berpakaian preman, dia hanya berdiri diam sementara peserta terus didesak keluar dari hotel.
Acara ini berakhir dengan jamuan makan yang dilakukan pihak hotel, FPI, dan polisi di coffee shop hotel. (setara)
1 Komentar
FPI Asuuu.. Iblis berkedok Pembela Agama. Aku doakan kalian jadi homo semua.
BalasHapus