Header Ads Widget

Header Ads

A+

6/recent/ticker-posts

Pelayaran Bhakti Bela Negara Bersama Ormas

Di atas KRI Surabaya-591, bersandar di Pulau Sabang Mawang, melakukan berbagai kegiatan di sekitar perairan Natuna, kecamatan Pulau Tiga.



Bab 1: Awal Perjalanan

Matahari pagi yang bersinar cerah menyinari dermaga Kolinlamil Koarmabar, Jakarta. Di sana, sebuah kapal perang megah, KRI Surabaya 591, berdiri kokoh, siap mengarungi lautan luas dalam program Pelayaran Bela Negara yang diselenggarakan oleh Kemhan RI. Di atas dek, ribuan peserta dari berbagai ormas berkumpul, siap memulai perjalanan mereka yang penuh tantangan dan pembelajaran.

Kolonel Arh. Luhkito, sosok yang disegani, namun rendah hati, berdiri di samping Mahar Prastowo, seorang panitia yang juga berfungsi sebagai dokumentator dan humas. Mereka ditempatkan di kamar VIP khusus perwira dan tamu negara di dalam kapal tersebut. Sebagai Dansatgas, Luhkito memikul tanggung jawab besar untuk memastikan program berjalan lancar, sementara Mahar berusaha mendokumentasikan setiap momen penting dari pelayaran ini.


Bab 2: Dinamika Minggu Pertama

Minggu pertama di atas KRI Surabaya 591 penuh dengan ketegangan. Para peserta, yang berasal dari sekitar 80 ormas berbeda, kerap terlibat baku hantam, masing-masing menunjukkan hegemoni dan kekuatan mereka. Namun, Kolonel Luhkito dengan caranya yang santai namun tegas, berhasil mengendalikan situasi. Ia sering mengadakan pertemuan dengan para peserta, mengajak mereka berbicara dari hati ke hati.

Mahar Prastowo, yang berbagi kamar dengan Luhkito, terkesan dengan kemampuan pemimpinnya untuk ngemong dan menyatu dengan peserta. “Mereka hanya butuh seseorang yang mau mendengarkan,” kata Luhkito suatu malam, ketika mereka berdua duduk di balkon kamar mereka, menatap bintang-bintang yang berkilauan di langit malam.


Bab 3: Kehidupan di Atas Kapal

Hari-hari berlalu, dan para peserta mulai beradaptasi dengan kehidupan di atas kapal. Mereka belajar tentang kemaritiman dari Letkol (Mar) Suwanto, seorang perwira yang tak kalah humanis. Suwanto mengajarkan berbagai pengetahuan penting, mulai dari navigasi dasar hingga cara bertahan hidup di laut. Ia juga mengingatkan para peserta tentang pentingnya menyelesaikan urusan sebelum kapal meninggalkan pulau tempat bersandar. “Janji yang tidak ditepati bisa menjadi beban dalam pelayaran,” katanya, suatu kali sebelum kapal berlayar lagi.

Kehidupan di atas kapal tidak selalu mudah. Ruang tidur yang sempit, makanan yang sederhana, dan rutinitas yang ketat menjadi tantangan tersendiri. Namun, lambat laun, para peserta mulai menemukan ritme mereka. Mereka belajar bekerja sama, bergotong royong, dan saling mendukung satu sama lain. Perbedaan latar belakang dan ormas mulai memudar, digantikan oleh rasa persaudaraan yang semakin kuat.


Bab 4: Bakti Sosial di Pulau Terluar

Pelayaran ini tidak hanya tentang belajar dan beradaptasi, tetapi juga tentang memberi. Setiap kali kapal bersandar di pulau-pulau terluar, para peserta terlibat dalam berbagai kegiatan bakti sosial. Mereka membangun fasilitas umum, memberikan layanan kesehatan gratis, dan mendistribusikan bantuan kepada penduduk setempat. Di pulau-pulau yang seringkali terabaikan, kehadiran mereka membawa harapan baru.

Salah satu momen paling berkesan terjadi di sebuah desa di pelosok Pulau Belitung, di mana para peserta membantu membangun sebuah sekolah. Anak-anak pulau tersebut, yang sebelumnya belajar di bangunan yang nyaris roboh, kini memiliki tempat belajar yang layak. Senyum lebar dan mata berbinar dari anak-anak tersebut menjadi hadiah paling berharga bagi para peserta.
 
Selain itu juga mengajari ibu-ibu memproduksi gula kelapa, yang mana selama ini pohon kelapa di kebun hanya dijual kelapa mudanya dengan harga murah.


Bab 5: Mengatasi Hambatan dan Ujian

Namun, tidak semua berjalan mulus. Dalam salah satu pelayaran, kapal menghadapi badai besar yang membuat mesin kapal sempat mati. Ketegangan dan kepanikan melanda, tetapi pesan Suwanto terngiang di telinga semua orang. Mereka menyadari ada urusan yang belum selesai di pulau terakhir yang mereka kunjungi.

Setelah melakukan introspeksi dan berdoa, beberapa peserta mengakui mereka telah berjanji untuk menyelesaikan sesuatu di pulau tersebut namun belum sempat dilaksanakan. Dalam kesatuan dan kebersamaan, mereka berdoa bersama, memohon perlindungan dan penyelesaian urusan. Tak lama kemudian, mesin kapal kembali hidup, badai mereda, dan mereka melanjutkan pelayaran dengan penuh rasa syukur.


Bab 6: Perpisahan yang Haru

Sebulan berlalu dengan cepat. Pelayaran yang awalnya dipenuhi konflik dan ketegangan kini diwarnai oleh kebersamaan dan rasa saling menghargai. Ketika kapal kembali Dermaga Kolinlamil Koarmabar di Jakarta, para peserta merasa berat untuk berpisah. Mereka tidak lagi melihat satu sama lain sebagai anggota ormas yang berbeda, tetapi sebagai saudara yang telah melalui banyak hal bersama.

Kolonel Luhkito, dengan mata yang berkaca-kaca, memberikan pidato perpisahan. “Kita telah belajar banyak tentang arti pengorbanan, kebersamaan, dan cinta tanah air. Jadikan pengalaman ini sebagai bekal untuk membangun Indonesia yang lebih baik.”


Epilog




Mahar Prastowo berdiri di dek kapal, kamera di tangannya, menangkap momen-momen terakhir sebelum semua peserta meninggalkan kapal. Ia melihat ke sekeliling, merasa bangga telah menjadi bagian dari pelayaran ini. Kolonel Luhkito mendekatinya dan berkata, “Ini baru awal. Perjalanan kita untuk membangun bangsa masih panjang.”

Dengan semangat baru dan hati yang penuh harapan, Mahar dan semua peserta meninggalkan KRI Surabaya 591, siap untuk menerapkan pelajaran berharga yang mereka dapatkan selama satu bulan di lautan. Mereka membawa pulang kenangan indah dan semangat bela negara yang tak akan pernah padam.


Berikut beberapa dokumentasi:

Menggunakan sepeda motor untuk transportasi darat selama kegiatan di darat
 
 
 

Latar belakang: Latihan-latihan fisik kader Bela Negara



Di sebuah kedai kopi khas Aceh, di kota Sabang



Mendapat pelajaran di Pelabuhan Punggur, Batam, Kepri



Berfoto bersama di buritan KRI Surabaya-591


Para peserta Pelayaran Bela Negara sedang menerima materi dari instruktur di atas KRI Surabaya-591


Singgah di Batam, disambut kader Bela Negara Senkom Mitra Polri (SENKOM Bela Negara) Yuhendri, yang juga pengusaha property.












Posting Komentar

0 Komentar