Header Ads Widget

Header Ads

A+

6/recent/ticker-posts

Pelanggaran Perda oleh Paslon dalam Kampanye Pilkada 2024: Tantangan Serius bagi Demokrasi Lokal

Pelanggaran Perda oleh Paslon dalam Pilgub/wagub di Jakarta, mulai dari memasang di tiang listik, hingga mengecat tembok fasum, alasannya nggak ada tempat buat pasang mau di mana lagi?



A+ | Editorial Pilkada 2024 menjadi momentum penting bagi masyarakat di berbagai daerah di Indonesia untuk memilih kepala daerah yang mampu menjawab aspirasi mereka. Namun, dalam prosesnya, seringkali terdapat pelanggaran terhadap Peraturan Daerah (Perda) oleh pasangan calon (paslon) dalam kegiatan kampanye. Fenomena ini bukan hanya mengikis kepercayaan publik terhadap integritas proses demokrasi, tetapi juga menimbulkan kekhawatiran akan akuntabilitas calon pemimpin yang terlibat.


Kampanye di Jakarta: Contoh Pelanggaran Perda

Di Jakarta, pelanggaran terhadap Perda yang dilakukan oleh sejumlah paslon dalam Pilkada sering terjadi. Beberapa contoh pelanggaran yang sering terlihat adalah pemasangan alat peraga kampanye (APK) di tempat yang tidak diizinkan, penggunaan fasilitas umum untuk kegiatan kampanye, dan pelanggaran jadwal kampanye.

Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum menjadi salah satu regulasi yang sering dilanggar oleh para paslon. Pasal 27 ayat (1) dalam Perda tersebut dengan jelas mengatur bahwa “setiap orang dilarang menempel atau memasang reklame, spanduk, poster, leaflet, banner, baliho, selebaran atau bentuk lain sejenis di tempat-tempat yang tidak diperuntukkan untuk itu.” Sayangnya, tidak sedikit paslon yang masih memasang baliho atau spanduk kampanye di area publik yang dilarang, seperti taman kota, tiang listrik, dan fasilitas umum lainnya. Hal ini tidak hanya melanggar ketertiban kota, tetapi juga memberikan kesan bahwa calon tersebut kurang menghormati peraturan yang ada.

Selain itu, Perda DKI Jakarta Nomor 12 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Reklame mengatur batasan yang lebih spesifik mengenai lokasi dan ketentuan teknis pemasangan APK. Dalam pasal 14 disebutkan bahwa “pemasangan reklame harus memiliki izin” dan dalam pasal 17 ditegaskan bahwa lokasi pemasangan harus mengikuti peraturan tata kota yang sudah ditentukan. Namun, banyak pelanggaran terjadi di mana paslon tidak mengindahkan ketentuan ini, bahkan tidak memiliki izin pemasangan yang sah.


Di Luar Jakarta: Kasus-Kasus Serupa yang Mengusik Ketertiban

Di luar Jakarta, sejumlah kasus pelanggaran Perda juga terlihat. Di Surabaya, misalnya, pelanggaran terhadap Perda Nomor 1 Tahun 2018 tentang Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat sering kali terjadi. Dalam Pasal 23 Perda ini disebutkan bahwa penggunaan fasilitas publik untuk kegiatan yang bersifat politik tanpa izin adalah pelanggaran. Namun, ada beberapa laporan tentang paslon yang menggelar kegiatan kampanye di ruang publik tanpa izin resmi dari pihak berwenang, seperti di taman kota atau di alun-alun. Hal ini jelas tidak hanya melanggar aturan, tetapi juga mengganggu kenyamanan masyarakat.

Di Jawa Barat, peraturan yang dilanggar umumnya berkaitan dengan penggunaan anggaran kampanye serta penyalahgunaan fasilitas pemerintah. Berdasarkan Perda Nomor 13 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Reklame, pemasangan reklame tanpa izin dikenakan sanksi tegas, termasuk denda. Namun, kenyataannya, di beberapa titik strategis seperti di kawasan perkotaan dan jalan raya, APK yang tidak memiliki izin resmi tetap berdiri dengan bebas.

Pemasangan APK di jalan protokol Halim Perdanakusuma, yang kemudian "disikat" petugas gabungan dari Bawaslu, POM AU dan Pol PP



Dampak Sosial dan Politik dari Pelanggaran Perda

Fenomena pelanggaran Perda ini tidak bisa dianggap remeh. Tindakan paslon yang melanggar aturan kampanye mencerminkan sikap tidak menghormati hukum yang berlaku di daerahnya masing-masing. Hal ini dapat memengaruhi persepsi masyarakat terhadap integritas paslon, terutama dalam hal komitmen mereka terhadap penegakan hukum.

Selain itu, pelanggaran Perda selama kampanye juga berdampak langsung pada kualitas demokrasi di tingkat lokal. Ketika para calon pemimpin justru mencontohkan pelanggaran terhadap aturan, masyarakat mungkin merasa skeptis terhadap janji-janji mereka, terutama dalam hal penegakan hukum dan keadilan. Selain itu, dampak langsung dari pelanggaran Perda seperti pemasangan APK di sembarang tempat juga dapat merusak pemandangan kota dan mengganggu ketertiban umum.


Peran Pemerintah dan Lembaga Pengawas

Peran Bawaslu dan Satpol PP sebagai pengawas sangat penting dalam memastikan bahwa pelanggaran Perda oleh paslon dapat ditekan. Bawaslu memiliki kewenangan untuk memberikan sanksi kepada paslon yang melanggar aturan kampanye, sementara Satpol PP bertanggung jawab untuk menegakkan ketertiban umum, termasuk menertibkan APK yang melanggar Perda. Namun, tantangan yang dihadapi cukup kompleks, mengingat tidak semua pelanggaran dapat diatasi dengan mudah, terutama jika paslon memiliki dukungan dari kelompok tertentu.

Upaya yang lebih tegas dari pemerintah daerah, misalnya melalui penguatan regulasi atau penambahan sanksi yang lebih berat, diperlukan agar efek jera dapat tercipta. Selain itu, transparansi dalam penegakan hukum juga penting, terutama untuk menghindari kesan adanya pilih kasih atau perlakuan khusus terhadap paslon tertentu.


Solusi untuk Pemilu yang Lebih Tertib dan Demokratis

Untuk menciptakan proses Pilkada yang lebih tertib dan sesuai dengan aturan, dibutuhkan sinergi antara pemerintah daerah, aparat penegak hukum, dan masyarakat. Penguatan sosialisasi mengenai Perda kepada paslon dan tim sukses juga perlu dilakukan, agar mereka lebih memahami konsekuensi dari tindakan pelanggaran yang mereka lakukan.

Selain itu, pengawasan yang lebih ketat dengan melibatkan partisipasi masyarakat dapat membantu menciptakan pemilu yang lebih bersih. Warga dapat berperan aktif dengan melaporkan setiap pelanggaran yang terjadi kepada pihak berwenang, serta memberikan masukan kepada pemerintah daerah untuk memperbaiki regulasi yang ada.


Kesimpulan

Pelanggaran Perda oleh paslon dalam Pilkada 2024 merupakan cerminan dari tantangan besar yang dihadapi dalam menciptakan demokrasi yang sehat di Indonesia. Sebagai calon pemimpin, paslon seharusnya memberikan contoh yang baik kepada masyarakat dengan mematuhi seluruh peraturan yang ada, termasuk Perda. Dengan komitmen untuk menghormati dan menjalankan aturan, diharapkan para calon pemimpin dapat menunjukkan integritas mereka, sekaligus membangun kepercayaan masyarakat terhadap proses demokrasi di negeri ini.  


Hmm... Itu baru pelanggaran Perda Tramtibum. Masih banyak pelanggaran yang belum dicoba!



Posting Komentar

4 Komentar

  1. Gue gak habis pikir, ya, sama tingkah laku para calon kepala daerah di Pilkada 2024 ini. Boleh-boleh aja lu mau nyari suara, tapi bukan berarti seenaknya main tabrak aturan, bro! Di Jakarta ini contohnya, ada Peraturan Daerah (Perda) yang sebenernya udah ngatur soal tempat-tempat yang gak boleh dijadiin lokasi kampanye, kayak sekolah, tempat ibadah, sampe jalanan utama. Tapi apa yang kita lihat? Masih banyak tuh bendera paslon berjejer di tempat-tempat kayak gitu. Mereka main asal tempel aja!

    BalasHapus
  2. _Nah, ini yang ngeselin. Ada Perda DKI Jakarta No. 8 Tahun 2007 soal Ketertiban Umum. Di Pasal 12, dibilang kalo iklan atau kampanye gak boleh dipasang di tempat-tempat yang gak semestinya. Tapi entah kenapa, kok tetep aja banyak pelanggaran kayak gini terjadi? Bukannya malah bikin respek, kampanye model gini malah bikin ilfil!_

    BalasHapus
  3. Rek! Sampeyan kudu ngerti, kampanye Pilkada saiki yo ngono isine akeh pelanggaran Perda. Lah, contone ae ning Surabaya, lho. Kampanye iku pancen penting buat ngenalke calon, tapi kok yo nyatane akeh paslon sing seneng njuk mene nglanggar aturan?
    Ning Perda Surabaya No. 5 Tahun 2014, pasal 8 isine ngatur yen alat peraga kampanye iku dilarang dipasang ning lokasi umum, nggo njaga kerapian lan kebersihan. Tapi yo nyatane akeh ae spanduk-spanduk kampanye sing nempel seko prapatan nganti taman kota. Ora mung dadi risih, tapi yo nglanggar aturan!

    BalasHapus
  4. Euy, kampanye-kampanye Pilkada ayeuna teh sakitu ramena, tapi ari nu katingalina kalah ngajorag Perda, nya kitu tah? Di Bandung, contona, loba pisan spanduk atawa baliho nu disimpen di tempat-tempat anu teu merenah, kaya di taman kota, tempat ibadah, atawa gedung sekolah. Padahal, di Perda Kota Bandung No. 9 Tahun 2018 soal Ketertiban Umum jeung Kebersihan, geus jelas pisan aturan tempat nu teu meunang dipasangan kampanye.

    BalasHapus