A+ | Seolah menjadi pengulangan sejarah, publik kembali disuguhi tontonan muram: pejabat negara yang seharusnya mengawal keselamatan pekerja justru diduga menjadikan sertifikasi K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) sebagai ladang pemerasan. Nama besar Immanuel Ebenezer Gerungan—aktivis yang dulu dikenal vokal membela rakyat kecil, kini lebih akrab dipanggil Noel—tercatat dalam daftar tersangka yang diumumkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kasus ini meledak setelah OTT KPK pada 20 Agustus 2025. Hasilnya: 11 orang dijadikan tersangka. Dari pejabat struktural, direktur jenderal, hingga Noel sendiri, mantan Wakil Menteri Ketenagakerjaan.
Yang bikin publik terhenyak bukan hanya angka miliaran rupiah yang mengalir, tapi juga dua unit motor Ducati yang disita. Seolah mempertegas ironi: dari uang rakyat, mengalir bukan untuk keselamatan buruh, melainkan untuk “gaya hidup mewah” pejabat.
Dari Rp 275 Ribu Menjadi Rp 6 Juta
Sertifikasi K3, yang semestinya hanya membebani perusahaan Rp 275 ribu, dalam praktiknya diperas hingga Rp 6 juta. Selisihnya? Rp 81 miliar—angka fantastis yang diduga dibagi-bagi ke berbagai tangan.
Ketua KPK Setyo Budiyanto merinci:
Irvian Bobby Mahendro (Koordinator Bidang Kelembagaan dan Personil K3 tahun 2022–2025) diduga menerima Rp 69 miliar. Uang itu dipakai untuk rumah, hiburan, hingga penyertaan modal di tiga perusahaan.
Gerry Aditya Herwanto Putra (Koordinator Bidang Pengujian dan Evaluasi Kompetensi Keselamatan Kerja tahun 2022–sekarang) menerima Rp 3 miliar. Dipakai untuk membeli mobil dan transfer ke pihak lain.
Subhan (Sub Koordinator Keselamatan Kerja Dit Bina K3 tahun 2020–2025) menerima Rp 3,5 miliar dari sekitar 80 perusahaan.
Anitasari Kusumawati (Sub Koordinator Kemitraan dan Personel Kesehatan Kerja tahun 2020–sekarang) menerima Rp 5,5 miliar.
Immanuel Ebenezer Gerungan (Wakil Menteri Ketenagakerjaan RI) menerima Rp 3 miliar pada Desember 2024, hanya dua bulan setelah dilantik, plus motor Ducati.
Fahrurozi (Dirjen Binwasnaker dan K3 pada Maret 2025–sekarang) menerima Rp 50 juta per minggu.
Hery Sutanto (Direktur Bina Kelembagaan tahun 2021–Februari 2025) menerima lebih dari Rp 1,5 miliar sepanjang 2021–2024.
Sekarsari Kartika Putri (Sub Koordinator) ikut menerima aliran dana.
Supriadi (Koordinator) juga disebut kebagian jatah.
Temurila (pihak PT KEM Indonesia) ikut terlibat dalam skema pemerasan.
Miki Mahfud (pihak PT KEM Indonesia) juga masuk daftar tersangka.
“Artinya Noel bukan hanya tahu, tapi juga menikmati hasilnya. Bahkan meminta dan menerima langsung. Jatah Rp 3 miliar plus motor Ducati,” tegas Asep Guntur Rahayu, Plt Deputi Penindakan KPK.
Aktivis Jadi Tersangka
Di sini publik merasa ditampar. Immanuel Ebenezer, yang dulu lantang membela demokrasi, kini justru ditangkap karena pemerasan. Apa ini sekadar tragedi personal, atau justru simbol kegagalan sistem?
Sertifikasi K3 sejatinya menyangkut nyawa pekerja. Helm, sabuk keselamatan, hingga prosedur kerja aman, semua berakar dari proses sertifikasi. Jika prosesnya diperdagangkan, maka keselamatan buruh hanya menjadi angka formalitas di atas kertas.
Pertanyaan mendasar: berapa banyak pekerja yang kehilangan nyawa karena sertifikasi K3 hanya menjadi bisnis rente?
Ducati Sebagai Simbol
Di luar angka, motor Ducati menjadi simbol paling telanjang dari kasus ini. Di satu sisi ada buruh yang harus bekerja dengan alat pelindung seadanya, di sisi lain ada pejabat yang memarkir Ducati mewah dari hasil pemerasan.
Dalam logika publik, Ducati itu bukan sekadar barang sitaan. Ia adalah simbol ketimpangan: pekerja mempertaruhkan nyawa demi selembar sertifikat, sementara pejabatnya menukar sertifikat itu dengan gaya hidup adrenalin.
Kasus ini meledak setelah OTT KPK pada 20 Agustus 2025. Hasilnya: 11 orang dijadikan tersangka. Dari pejabat struktural, direktur jenderal, hingga Noel sendiri, mantan Wakil Menteri Ketenagakerjaan.
Yang bikin publik terhenyak bukan hanya angka miliaran rupiah yang mengalir, tapi juga dua unit motor Ducati yang disita. Seolah mempertegas ironi: dari uang rakyat, mengalir bukan untuk keselamatan buruh, melainkan untuk “gaya hidup mewah” pejabat.
Dari Rp 275 Ribu Menjadi Rp 6 Juta
Sertifikasi K3, yang semestinya hanya membebani perusahaan Rp 275 ribu, dalam praktiknya diperas hingga Rp 6 juta. Selisihnya? Rp 81 miliar—angka fantastis yang diduga dibagi-bagi ke berbagai tangan.
Ketua KPK Setyo Budiyanto merinci:
Irvian Bobby Mahendro (Koordinator Bidang Kelembagaan dan Personil K3 tahun 2022–2025) diduga menerima Rp 69 miliar. Uang itu dipakai untuk rumah, hiburan, hingga penyertaan modal di tiga perusahaan.
Gerry Aditya Herwanto Putra (Koordinator Bidang Pengujian dan Evaluasi Kompetensi Keselamatan Kerja tahun 2022–sekarang) menerima Rp 3 miliar. Dipakai untuk membeli mobil dan transfer ke pihak lain.
Subhan (Sub Koordinator Keselamatan Kerja Dit Bina K3 tahun 2020–2025) menerima Rp 3,5 miliar dari sekitar 80 perusahaan.
Anitasari Kusumawati (Sub Koordinator Kemitraan dan Personel Kesehatan Kerja tahun 2020–sekarang) menerima Rp 5,5 miliar.
Immanuel Ebenezer Gerungan (Wakil Menteri Ketenagakerjaan RI) menerima Rp 3 miliar pada Desember 2024, hanya dua bulan setelah dilantik, plus motor Ducati.
Fahrurozi (Dirjen Binwasnaker dan K3 pada Maret 2025–sekarang) menerima Rp 50 juta per minggu.
Hery Sutanto (Direktur Bina Kelembagaan tahun 2021–Februari 2025) menerima lebih dari Rp 1,5 miliar sepanjang 2021–2024.
Sekarsari Kartika Putri (Sub Koordinator) ikut menerima aliran dana.
Supriadi (Koordinator) juga disebut kebagian jatah.
Temurila (pihak PT KEM Indonesia) ikut terlibat dalam skema pemerasan.
Miki Mahfud (pihak PT KEM Indonesia) juga masuk daftar tersangka.
“Artinya Noel bukan hanya tahu, tapi juga menikmati hasilnya. Bahkan meminta dan menerima langsung. Jatah Rp 3 miliar plus motor Ducati,” tegas Asep Guntur Rahayu, Plt Deputi Penindakan KPK.
Aktivis Jadi Tersangka
Di sini publik merasa ditampar. Immanuel Ebenezer, yang dulu lantang membela demokrasi, kini justru ditangkap karena pemerasan. Apa ini sekadar tragedi personal, atau justru simbol kegagalan sistem?
Sertifikasi K3 sejatinya menyangkut nyawa pekerja. Helm, sabuk keselamatan, hingga prosedur kerja aman, semua berakar dari proses sertifikasi. Jika prosesnya diperdagangkan, maka keselamatan buruh hanya menjadi angka formalitas di atas kertas.
Pertanyaan mendasar: berapa banyak pekerja yang kehilangan nyawa karena sertifikasi K3 hanya menjadi bisnis rente?
Ducati Sebagai Simbol
Di luar angka, motor Ducati menjadi simbol paling telanjang dari kasus ini. Di satu sisi ada buruh yang harus bekerja dengan alat pelindung seadanya, di sisi lain ada pejabat yang memarkir Ducati mewah dari hasil pemerasan.
Dalam logika publik, Ducati itu bukan sekadar barang sitaan. Ia adalah simbol ketimpangan: pekerja mempertaruhkan nyawa demi selembar sertifikat, sementara pejabatnya menukar sertifikat itu dengan gaya hidup adrenalin.
Momentum untuk Bersih-Bersih K3
Kasus ini menyodorkan momentum besar. Sertifikasi K3 harus direstorasi. Tidak boleh lagi ada mafia rente di balik stempel resmi. Pemerintah perlu membuka seluruh data sertifikasi, tarif, hingga aliran dana agar transparan.
KPK sudah membuka pintu, tapi membersihkan K3 dari praktik pemerasan butuh lebih dari sekadar OTT. Ia butuh reformasi kelembagaan: sistem digitalisasi, pengawasan independen, dan sanksi berat bagi pejabat yang bermain.
Catatan Akhir
Kita tahu, publik sering cepat lupa. Hari ini geger Ducati, besok bisa bergeser ke isu lain. Tapi bagi buruh di lapangan, isu ini bukan sekadar headline—ini soal hidup dan mati.
Seorang aktivis bisa jatuh, pejabat bisa berganti, tapi nyawa buruh tak pernah bisa kembali. Itu sebabnya, publik tidak boleh hanya menonton. Kasus Noel dan kawan-kawan harus menjadi pelajaran kolektif bahwa negara ini tidak bisa lagi main-main dengan keselamatan kerja.
Karena pada akhirnya, yang kita butuhkan bukan Ducati di garasi pejabat, melainkan helm yang melindungi kepala buruh dari kecelakaan kerja.
Mahar Prastowo
Pengelola Media LUGAS (1998-2025)
Kasus ini menyodorkan momentum besar. Sertifikasi K3 harus direstorasi. Tidak boleh lagi ada mafia rente di balik stempel resmi. Pemerintah perlu membuka seluruh data sertifikasi, tarif, hingga aliran dana agar transparan.
KPK sudah membuka pintu, tapi membersihkan K3 dari praktik pemerasan butuh lebih dari sekadar OTT. Ia butuh reformasi kelembagaan: sistem digitalisasi, pengawasan independen, dan sanksi berat bagi pejabat yang bermain.
Catatan Akhir
Kita tahu, publik sering cepat lupa. Hari ini geger Ducati, besok bisa bergeser ke isu lain. Tapi bagi buruh di lapangan, isu ini bukan sekadar headline—ini soal hidup dan mati.
Seorang aktivis bisa jatuh, pejabat bisa berganti, tapi nyawa buruh tak pernah bisa kembali. Itu sebabnya, publik tidak boleh hanya menonton. Kasus Noel dan kawan-kawan harus menjadi pelajaran kolektif bahwa negara ini tidak bisa lagi main-main dengan keselamatan kerja.
Karena pada akhirnya, yang kita butuhkan bukan Ducati di garasi pejabat, melainkan helm yang melindungi kepala buruh dari kecelakaan kerja.
Mahar Prastowo
Pengelola Media LUGAS (1998-2025)
0 Komentar