![]() |
| Massa Gerak Betawi |
A+
Jakarta selalu punya panggung. Senin siang, 1 September 2025, ada dua drama kecil di Jakarta Pusat. Sama-sama demo. Sama-sama orasi. Sama-sama teriak. Tapi berbeda isi.
Jakarta selalu punya panggung. Senin siang, 1 September 2025, ada dua drama kecil di Jakarta Pusat. Sama-sama demo. Sama-sama orasi. Sama-sama teriak. Tapi berbeda isi.
Di Gambir, depan Kementerian Perdagangan, hanya 30 orang. Mereka datang dengan mobil bak terbuka. Pakai pengeras suara. Terlihat kecil. Tapi isu yang mereka bawa besar: mafia kuota di Kemendag. Mereka sebut nama-nama besar. Dari menteri sampai staf khusus. Bahkan sampai ke “Timothy”—yang katanya tukang bagi kuota.
“Tidak boleh ada imunitas bagi para mafia yang telah mengorbankan kepentingan rakyat!” teriak orator.
Mereka menuntut Presiden Prabowo mencopot pejabat. Aksi itu singkat. Cuma 12 menit. Datang pukul 12.15. Bubaran pukul 12.27. Polisi tersenyum saja. Jalan Gambir tetap lengang.
Satu jam kemudian, beda lagi. Lokasinya hanya berjarak 3 kilometer. Di Bundaran HI. Kali ini massa lebih banyak: sekitar 100 orang. Dari Gerak Betawi. Spanduk mereka bukan soal mafia. Bukan soal kuota. Tapi soal kampung. Soal harga diri. Soal keamanan.
Bahasanya Betawi banget. Lugas. Kadang kasar. Tapi penuh rasa memiliki.
“Jakarta kota gue, Tenabang kampung gue. Buat perusuh dan penjarah di Tenabang, lu jual gue borong abis luh ye…” begitu tulisan di salah satu spanduk.
Ada juga yang lebih halus: “Kami warga Tanah Abang jaga kampung agar aman dan kondusif.”
Beda dengan mahasiswa yang datang sebentar lalu pulang, massa Gerak Betawi ini bertahan lama. Mereka bergantian orasi. Mengingatkan agar jangan sampai ada demo yang berubah jadi rusuh.
Dua aksi. Dua wajah Jakarta. Satu menuding ke atas: mafia kuota di kementerian. Satu lagi menuding ke bawah: perusuh jalanan. Yang satu bicara struktur negara. Yang satu bicara akar kampung.
Yang menarik: keduanya sama-sama merasa sedang membela rakyat. Mahasiswa merasa rakyat dirugikan mafia kuota. Warga Betawi merasa rakyat dirugikan anarkisme.
Pertanyaannya: rakyat yang mana?


0 Komentar