A+ | Pekanbaru – Peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Satuan Pengamanan (SATPAM) ke-45 Tahun 2025 di Kota Pekanbaru diperingati dengan aksi sosial donor darah. Kegiatan kemanusiaan yang digelar pada Sabtu (13/12/2025) di Hotel Pangeran Pekanbaru ini menjadi simbol dedikasi Satpam yang terus hadir untuk masyarakat, bahkan ketika persoalan kesejahteraan mereka sendiri belum sepenuhnya terjawab.

Mengusung tema “Satpam Bersatu, Berdaulat, Berdedikasi dan Profesional”, kegiatan donor darah yang melibatkan Asosiasi Profesi Satpam Indonesia (APSI) dan Palang Merah Indonesia (PMI) menunjukkan bahwa Satpam bukan sekadar tenaga pengamanan, melainkan bagian dari elemen sosial yang aktif berkontribusi dalam misi kemanusiaan.

Namun di balik semangat pengabdian tersebut, realitas kesejahteraan Satpam—khususnya di Kota Pekanbaru, Provinsi Riau, dan Indonesia secara umum—masih menyisakan banyak catatan kritis.

Upah Minimum, Beban Maksimum

Di Pekanbaru dan sejumlah daerah di Riau, sebagian besar Satpam masih menerima upah setara Upah Minimum Kota (UMK), bahkan tak jarang di bawah standar dengan berbagai alasan administratif dan sistem outsourcing. Padahal, jam kerja Satpam umumnya panjang, mencapai 12 jam per shift, dengan tingkat risiko tinggi, mulai dari konflik keamanan, tindak kriminal, hingga ancaman fisik di lapangan.

Ironisnya, profesi yang secara regulasi disebut sebagai pengamanan swakarsa dan menjadi perpanjangan tangan Polri di lingkungan kerja justru belum mendapatkan perlindungan dan penghargaan yang sepadan.

Profesionalisme dituntut tinggi, tetapi kesejahteraan sering diabaikan,” menjadi keluhan yang masih kerap terdengar di kalangan Satpam.

Status Kerja Tak Pasti dan Minim Jaminan

Sistem alih daya (outsourcing) menjadi persoalan laten. Banyak Satpam bekerja bertahun-tahun tanpa kepastian status kerja, jenjang karier, maupun peningkatan penghasilan. Perpindahan vendor sering kali berujung pada pemutusan kontrak sepihak, hilangnya masa kerja, dan terputusnya jaminan sosial.

Di tingkat nasional, persoalan ini belum menemukan solusi komprehensif. Regulasi memang ada, namun pengawasan lemah. Tidak sedikit perusahaan pengguna jasa yang lebih fokus pada efisiensi biaya ketimbang kesejahteraan personel keamanan yang menjaga aset mereka 24 jam penuh.

Dedikasi Tak Pernah Tawar, Hak Masih Tertunda

Aksi donor darah dalam rangka HUT Satpam ke-45 menjadi potret kontras: di satu sisi Satpam terus diminta loyal, disiplin, dan siap berkorban; di sisi lain, hak dasar seperti upah layak, jaminan kesehatan, dan kepastian kerja masih menjadi perjuangan.

Satpam kerap hadir paling awal dan pulang paling akhir, bekerja saat hari libur, malam hari, hingga dalam situasi darurat. Namun, suara mereka masih sering terpinggirkan dalam perumusan kebijakan ketenagakerjaan.

Momentum Evaluasi di Usia ke-45

HUT Satpam ke-45 seharusnya tidak berhenti pada seremoni dan kegiatan simbolik. Momentum ini perlu menjadi titik evaluasi serius bagi pemerintah, asosiasi profesi, perusahaan pengguna jasa, dan pemangku kepentingan lainnya untuk menata ulang sistem pengelolaan Satpam secara lebih manusiawi dan berkeadilan.

Peningkatan kesejahteraan bukan hanya soal upah, tetapi juga tentang martabat profesi. Tanpa kesejahteraan yang layak, tuntutan profesionalisme akan selalu timpang.

Satpam telah membuktikan dedikasinya melalui kerja nyata dan aksi kemanusiaan. Kini, saatnya negara dan dunia usaha membuktikan keberpihakan—bahwa pengabdian tidak dibalas dengan janji, tetapi dengan kebijakan yang adil dan perlindungan yang nyata.