A+

6/recent/ticker-posts

50 Ribu Lurah & Kades Akan Unjuk Rasai Pemerintah Pusat

JAKARTA - Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Parade Nusantara mengancam pemerintah pusat dengan aksi demo yang akan digelar pada 22 Februari 2010 mendatang, dengan mengerahkan sedikitnya 50 ribu massa, terdiri dari para kepala dan perangkat desa seluruh Indonesia. "Aksi demo akan digelar di dua tempat, masing-masing di Kementerian Dalam Negeri dan di DPR," tegas Ketua Umum Parade Nusantara, Sudir Santoso, usai diterima Wakil Ketua DPR, Priyo Budi Santoso, di press room DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (16/2).

Sudir menjelaskan, substansi tuntutan Parade Nusantara hanya satu, yaitu DPR dan pemerintah harus segera membahas dan menetapkan Undang-undang Pemerintahan Desa dan Undang-undang Pembangunan Pedesaan. "Ada empat poin pokok dari dua undang-undang tersebut di atas. Pertama, soal penyesuaian masa jabatan kepala desa 6 tahun menjadi 10 tahun. Kedua, menghapus periodesasi kepala desa yang hanya dua periode menjadi batasan usia 60 tahun. Ketiga, soal biaya Pilkades yang ditanggung 100 persen oleh pemerintah kabupaten/kota, bukan ditanggung oleh desa masing-masing, serta keempat, alokasi dana desa sebesar 10 persen langsung dari APBN," ungkapnya.

Sudir Santoso menegaskan, perjuangan ini sesungguhnya sudah dimulai semenjak tahun 2006 lalu. Tapi hingga kini belum satupun terwujud. Malah katanya, desa telah diperlakukan secara tidak adil dalam berbagai hal, seperti di bidang ekonomi terjadi stigma oleh para pelaku bisnis dan penyelenggara negara yang mana desa diidentikan sebagai penyedia row material dan tenaga kerja yang murah.

"Hal itu tergambar dalam politik anggaran. Pemerintah desa selalu diperlakukan tidak adil. Undang-undang perimbangan keuangan hanya dapat dilakukan dari pemerintah pusat sampai ke pemda kabupaten/kota," katanya.

Perlakuan tidak adil tersebut, kata Sudir lagi, juga terjadi di sektor politik. Dinamika perkembangan politik demokrasi di Indonesia hanya dinikmati oleh presiden, menteri, gubernur, serta bupati/walikota. Tidak demikian halnya dengan aparat pemerintah desa. Kepala desa dan perangkat desa justru diharamkan jadi pengurus partai politik.

"Ini jelas sangat diskriminatif dan memasung hak politik para kepala desa dan perangkatnya, hingga rakyat desa terus-menerus jadi obyek politik," imbuhnya.

Sementara dari sisi hukum, sejak berakhirnya rezim orde baru, kata Sudir, negeri ini tidak pernah mempunyai UU khusus tentang pemerintahan desa, seiring dicabutnya UU No. 5/1979 yang diganti dengan UU Nomor 22/1999 tentang Otonomi Daerah. "Ini sangat tidak logis dan tidak realistis, karena selaku garda terdepan, pemerintahan Indonesia memiliki lebih 72 ribu pemerintahan desa yang saat ini berjalan tidak optimal," katanya.

Terakhir, Sudir menegaskan bahwa jika DPR dan pemerintah tidak juga mulai membahas UU Pemerintahan Desa dan UU Pembangunan Desa, maka seluruh kepala desa dan perangkatnya akan memboikot tugas-tugas perbantuan seperti menghentikan penarikan pajak. "Jika tidak diindahkan, langkah berikutnya adalah menghentikan tugas-tugas pokok seperti pelayanan kepada seluruh masyarakat desa," tegas Sudir Santoso pula. (jpnn)

http://www.jpnn.com/index.php?mib=berita.detail&id=58139

Posting Komentar

0 Komentar