A+

6/recent/ticker-posts

Asal-usul Tanjungpriok


Pelabuhan Tanjung Priok abad 19



A+ | KALAU saja tidak terjadi peristiwa konflik berdarah di bekas TPU Dobo, mungkin sejarah asal usul Tanjungpriok tidak banyak dibahas. Namun, karena konflik berdarah di tempat tersebut dikait-kaitkan dengan sosok yang dikenal dengan julukan ‘Mbah Priok’, pembahasan mengenai apa dan bagaimana sejarah Tanjungpriok men-jadi perbincangan menarik.

Memang, sejauh ini masyarakat di Jakarta sendiri, bahkan di seluruh dunia sekalipun, lebih mengenal Tanjungpriok sebagai sebuah kawasan pelabuhan bertaraf international yang di dalamnya terdapat kegiatan bongkar muat barang dan peti kemas ekspor dan impor. Tanjungpriok pun banyak dilihat dari perannya sebagai gerbang ekonomi nasional.

Begitulah yang terjadi hingga kemudian muncul peristiwa yang memprihatinkan itu. Tanggal 14 April 2010 lalu, peristiwa memilukan terjadi. Peristiwa itu adalah kerusuhan yang melibatkan Satpol PP dengan massa dari pihak yang mengaku sebagai ahli waris Habib Hasan Al Haddad, di Jln Dobo, Koja, Jakarta Utara.

Isu pun berkembang liar. Oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab menyebarkan informasi bahwa petugas Satpol PP akan membongkar makam keramat Habib Hasan Alhadad yang diyakini sebagai tokoh di balik nama Tanjungpriok. Sebagian orang menyebutnya dengan sebutan ‘Mbah Priok’.

Legenda
Semasa hidupnya, sosok ‘Mbah Priok’ dilukiskan sebagai tokoh heroik yang menentang Belanda sejak dari tanah kelahirannya di Palembang, Sumatera Selatan. Pada saat usia muda, dia berangkat ke Pulau Jawa untuk menyebarkan agama Islam

Dari cerita itu pula, diketahui bahwa Habib Hasan bersama Habib Ali berlayar menuju Batavia selama dua bulan. Berbagai rintangan menghadang selama dalam perjalanan, seperti serbuan armada perang Belanda dengan persenjataan lengkap. Namun, serangan itu tak satu pun berhasil mengenai perahu yang mereka tumpangi.

Setelah berhasil lolos dari kejaran Belanda, ujian lain menghadang perahu yang dinaiki Habib Hasan Alhadad. Ombak besar menggulung perahu tersebut. Semua perlengkapan di dalam perahu hanyut dibawa gelombang. Sementara yang tersisa hanya alat penanak nasi atau disebut dengan periuk.

Hingga kemudian ombak yang lebih besar datang menghantam dan membuat kapal terbalik. Dengan kondisi yang lemah dan kepayahan, keduanya terseret hingga daratan. Ketika ditemukan warga, Habib Hasan bin Muhammad Al Haddad sudah tewas. Hanya Muhammad Ali Alhadad yang selamat. 

Akhirnya warga memakamkan jenazah Habib Hasan tak jauh dari tempat ditemukannya, yakni di Pondok Dayung.  Sebagai tanda, makam Habib diberi nisan berupa dayung yang menyertainya sedangkan periuk diletakkan di sisi makam.

Konon, dayung yang dijadikan nisan tumbuh menjadi pohon tanjung. Sementara, periuk yang semula diletakkan di sisi makam terseret arus ombak hingga ke tengah laut. Lama- kelamaan nama daerah itu disebut Tanjungpriok.

Meski hanya berdasarkan cerita yang bersifat legenda, hingga kini banyak yang meyakini bahwa cerita tentang ‘Mbah Priok’ sebagai sosok di balik sejarah penamaan Tanjungpriok itu benar adanya. Padahal, sesuai hasil investigasi yang dilakukan Tim Pengkaji MUI menunjukkan bahwa cerita tersebut tidak benar. Apalagi kisah ‘Mbah Priok’ seperti tertuang dalam manakib yang dibuat pengelola makam penuh dengan mitos yang cenderung menyesatkan. 

Fakta sejarah
Jika kisah ‘Mbah Priok’ dianggap sebagai sebuah kebohongan terkait dengan sejarah Tanjungpriok, bagaimana kisah sebenarnya tentang kawasan yang terletak di pantai utara Jakarta ini? 

Para pakar sejarah yang selama ini banyak melakukan penelitian mengenai asal-usul Tanjungpriok membantah kisah yang menyebutkan Habib Hasan Alhadad atau ‘Mbah Priok’ merupakan sosok di balik sejarah penamaan Tanjungpriok. Menurut mereka, sejarah Tanjungpriok tidak ada kaitannya sama sekali dengan keberadaan Habib Hasan Alhadad maupun riwayat ‘Mbah Priok’ tersebut. 

Pengamat sejarah Jakarta, Alwi Shahab, mengungkapkan asal-usul atau sejarah Tanjungpriok sudah ada sejak zaman prasejarah. Kawasan ini sudah berperan sebagai pelabuhan penting sejak masih abad 1 Masehi. Karena, di kawasan tersebut terdapat daratan yang menjorok ke laut atau yang dikenal dengan istilah tanjung. 

Pada saat itu salah satu komoditas perdagangan yang terkenal adalah alat menanak nasi dari tanah liat yang disebut periuk. Pada saat itu, tokoh terkenal pembuat periuk adalah Aki Tirem, seorang penghulu kampung yang hidup pada abad ke-2 Masehi. Aki Tirem tinggal di pinggiran kali yang saat ini dikenal dengan Sungai Tirem di Warakas, Tanjungpriok.

Dari sisi toponomi wilayah, cerita ini ada benarnya. Di Indonesia, sebutan Tanjung merujuk pada kontur tanah, sedangkan periuk dikaitan dengan tempat pembuatan alat memasak nasi banyak ditemui pada saat itu. 

Ini sesuai dengan penelitian seorang pakar sejarah Jerman Kees Green, yang menyimpulkan bahwa banyak tempat di Jakarta merujuk namanya dari kontur tanah, misalnya Tanah Abang Bukit, Tegal Alur, Rawasari, Bojong Gede, dan lainnya. Alhasil, keterangan yang menyebutkan sejarah Tanjungpriok terkait dengan riwayat hidup Habib Hasan Alhadad atau ‘Mbah Priok’ terbantahkan. 

Di sisi lain, Habib Hasan Alhadad atau ‘Mbah Priok’ yang disebut-sebut sebagai tokoh penyebar Islam di Jakarta ternyata merupakan orang saleh yang bekerja sebagai pelaut. Kepergiannya ke Jakarta (Batavia waktu itu) hanya untuk berziarah ke makam keramat Luar Batang, makam Sunang Gunungjati di Cirebon, serta makam Sunan Ampel di Surabaya. Bahkan diceritakan bahwa sebelum sampai di tempat tujuan, Habib Hasan Alhadad meninggal ketika masih berada di laut. Itu berarti, kalaupun dia berniat menyebarkan Islam, misinya itu belum sempat terlaksana. – yuwono


Posting Komentar

1 Komentar