A+

6/recent/ticker-posts

Lowongan Kerja Penempatan Bandung, Garut dan Karawang


Innaalillaahi... Habib Rizieq dan Habib Bahar Dibebaskan


Opini |
Di saat ummat menyambut dengan syukur dan takbir pengumunan dibebaskannya status cekal terhadap Habib Rizieq Shihab, dan juga bebasnya Habib Bahar, saya mungkin salah satu atau satu-satunya yang istirja: Innaalillaahi wainnaa ilaihi raaji'uun. Tapi belum saya lanjutkan dengan sambungannya, Allaahuma'jurnaa fii musiibatinaa wa ahliflanaa khoirumminhaa, karena mereka masih ada diantara kita.

Momentum penolakan Undang-undang gabungan (omnibuslaw) dari 77 Undang-undang yang diwarnai penolakan secara luas, ini diduga sengaja diciptakan pihak tertentu dengan membonceng Negara, untuk memberikan panggung ummat islam dan para nasionalis meluapkan amarah.

Tujuannya jelas.

Amarah yang tersulut akan memancing keluarnya para tokoh ummat, yang merupakan target untuk ditangkap namun selama ini tidak mendapat momentum yang tepat.

Dien Syamsudin, Gatot Nurmantyo, FPI, PKS, Jamaah Asharus Syariah adalah "ikan-ikan" besar yang dalam beberapa waktu belakangan ini disodori "umpan" namun tak terpancing. Terakhir, umpannya adalah selembar screenshoot hoax berisi 12 atau 13 pasal RUU Omnibuslaw, yang pada Kamis 8 Oktober 2020 berhasil menggerakkan massa terutama buruh dan mahasiswa.

Polanya tampak terstruktur dan rapi seperti sebuah operasi intelijen, ada penggiringan opini hingga massa bergerak, kemudian eksekusi. Namun karena "ikan-ikan" besarnya tidak muncul, target tidak tercapai, sementara bandar bisa jadi sudah keluar modal banyak.

Namun kemudian masyarakat sadar ketika screenshoot yang beredar dan di beberapa peredarannya itu diatasnamakan PKS, ternyata adalah hoaks, disinformasi, tidak sesuai dengan yang tertuang dalam pasal-pasal RUU Omnibuslawa Cipta Lapangan Kerja yang draftnya sudah disahkan, dan tinggal dirapikan pengetikannya sebelum ditandatangani presiden untuk dimasukkan dalam lembaran negara dan diundangkan.

Hoax pertama memang berhasil memicu amarah dan massa buruh serta mahasiswa turun ke jalan menuju gedung DPR untuk melakukan protes. Di berbagai daerah di seluruh Indonesia juga terjadi penolakan UU gabungan tersebut. Tapi ada target belum turun ke jalan, massa islam dengan tokoh-tokohnya, jago-jagonya yang siap 'disembelih' itu.

Akhirnya senjata makan tuan, jika di momentum pertama massa bergerak karena hoax, namun justru itu memancing rasa keingintahuan masyarakat mengenai UU Omnibuslaw yang belakangan ada 4 versi cetakan, dan sempat dipertanyakan sendiri oleh anggota DPR dan sejumlah pihak, sebenarnya draft RUUnya yang disahkan yang mana?

UU Omnibuslaw yang merupakan gabungan banyak UU, menjadi seperti payung, sigma, atau bahkan landasan konstitusionil alias UUD (Undang-undang Dasar) yang mana Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki landasan konstitusional UUD 1945.

Mengapa harus menerbitkan pengganti payung UU yaitu UUD 1945 dengan UU Omnibus? 

Tentu kita ingat wacana pihak tertentu yang ingin mengganti landasan idiil Pancasila, bukan? Pancasila itu ada di PREAMBULE (Pembukaan) UUD 1945. Jika bisa menggantikan UUD 1945 maka... Anda tahu arahnya.

Dus, kembali ke soal "ikan-ikan besar" yang sedang dipancing, memang bukan tujuan utama dari semua kegaduhan ini, hanya rangkaian mata rantai saja. Jika terpancing dan "kena motif" maka bisa dilemahkan dengan dikenai pasal melawan negara, atau 'disembelih'  haknya sebagai warga negara dengan pembatasan-pembatasan apakah pencegahan dan penangkalan (cekal) agar tetap di dalam negeri, karena kalau bersuara di luar negeri akan didengar dunia internasional, atau dieksekusi dengan dihilangkan sama sekali. Innaalillaahi....

Aksi massa 13 Oktober yang merupakan gerakan murni dari masyarakat, kemungkinan masih akan berlanjut, merupakan arena pertarungan yang khusus dibuat untuk para gladiator yang menyatakan sebagai oposisi. Sebutlah KAMI secara khusus, dan Islam secara umum. Islam sebagai agama tentunya, bukan islam sebagai ormas.

Itu sebabnya, diduga, sebelum demo  hasil cipta kondisi melalui hoax screenshoot pada 8 Oktober, berbagai tools kelengkapannya telah disiapkan termasuk mencetak banner/spanduk yang menuduh KAMI menunggangi aksi. Terlalu cepat banner / spanduk itu dipasang, karena KAMI belum turun ke jalan, meski kemudian para aktifis KAMI di daerah ditangkapi. Ini yang kemudian memancing KAMI sepertinya mau tak mau turun juga dengan atribut KAMI. Padahal kalau sabar sedikit, tuduhan terhadap KAMI bisa dimentahkan.

Banyak hal jadi pemicu kegaduhan Omnibuslaw Cilaka/Ciptaker yang terdiri dari 77 UU atau meliputi 77 sektor ini. Dan soal perburuhan memang menjadi pemicu paling krusial, karena menyangkut perut rakyat yang semua angkatan kerja merupakan buruh (kecuali PNS/Polri/TNI), dan menyangkut para pelajar dan mahasiswa yang selain ornagtuanya buruh, kelak mereka juga calon buruh. Jadi tak ada salahnya semua memperjuangkannya.

Apa target akhirnya? Chaos dan Negara dalam keadaan darurat. Sehingga bisa membatalkan agenda nasional bernama Pemilu Legislatif dan Pilpres, yang otomatis tidak terjadi pergantian tau rotasi pemerintahan. Skenario yang bisa dikatakan mirip jelang geger kepati tahun 1965. 

Jika masyarakat sadar dengan skenario dalam sejarah politik 1965, maka bisa jadi itu merupakan kegagalan di awal oleh pihak-pihak yang menjalankan skenario tersebut. Namun jika skenarionya berhasil tanpa dipatahkan di awal, maka itu keberhasilan para aktor yang menjalankan skenario tersebut.

Yang jelas, kini zaman sudah berubah, permasalahan semakin kompleks, ideologi tak lagi jadi sesuatu yang diperjuangkan seperti dulu, namun oligarkhi kekuasaanlah tujuannya.


Sepaku, Penajam Passer Utara
13102020

----
Isu mendatang...
Benarkah pembangunan Ibukota di Kalimantan, keberhasilan awal pembentukan Negara Borneo Raya yang pernah dirintis sebagai Negara Komunis Kalimantan Utara tahun 1962-1966?

Bagi yang mau menampilkan gagasannya di laman ini, silakan kirim artikelnya ke koordinator.liputan@gmail.com, isi tetap jadi milik dan tanggung jawab penulis, laman ini hanya memberi ruang terbuka untuk gagasan publik.

Posting Komentar

0 Komentar