Soekarno VS Soeharto - WS Rendra
berhembus. Malam ini saya bermalam di rumah ibu saya. Selain
rindu masakan sambel goreng ati yang dijanjikan, saya juga
ingin ia bercerita mengenai Presiden Soekarno. Ketika semua
mata saat ini sibuk tertuju, seolah menunggu saat saat
berpulangnya Soeharto, saya justru lebih tertarik mendengar
penuturan saat berpulang Sang proklamator. Karena orang tua
saya adalah salah satu orang yang pertama tama bisa melihat
secara langsung jenasah Soekarno.
mendapatkan Bapak (almarhum) sedang menangis sesenggukan.
Wisma Yaso. Suasana sungguh sepi. Tidak ada penjagaan dari
kesatuan lain kecuali 3 truk berisi prajurit Marinir ( dulu
KKO ). Saat itu memang Angkatan Laut, khususnya KKO sangat
loyal terhadap Bung Karno. Jenderal KKO Hartono - Panglima
KKO - pernah berkata ,
Karno, merah kata KKO "
menolak untuk turun, dia dengan mudah akan melibas Mahasiswa
dan Pasukan Jendral Soeharto, karena dia masih didukung oleh
KKO, Angkatan Udara, beberapa divisi Angkatan Darat seperti
Brawijaya dan terutama Siliwangi dengan panglimanya May.Jend
Ibrahim Ajie.
Sedikitpun ia tidak mau memilih opsi pertumpahan darah
sebuah bangsa yang telah dipersatukan dengan susah payah. Ia
memilih sukarela turun, dan membiarkan dirinya menjadi
tumbal sejarah.
pemenang tak akan sedikitpun menyisakan ruang bagi mereka
yang kalah. Soekarno harus meninggalkan istana pindah ke
istana Bogor . Tak berapa lama datang surat dari Panglima
Kodam Jaya - Mayjend Amir Mahmud - disampaikan jam 8 pagi
yang meminta bahwa Istana Bogor harus sudah dikosongkan jam
11 siang.
dan barang barang yang dibutuhkan serta membungkusnya dengan
kain sprei. Barang barang lain semuanya ditinggalkan.
saya lagi ,
Tulis sebelum akhirnya dimasukan kedalam karantina di Wisma
Yaso.
Adjie diasingkan menjadi dubes di London . Jendral KKO
Hartono secara misterius mati terbunuh di rumahnya.
belum banyak yang datang, termasuk keluarga Bung Karno
sendiri. Tak tahu apa mereka masih di RSPAD sebelumnya.
Jenasah dibawa ke Wisma Yaso.
terbaring sang proklamator yang separuh hidupnya dihabiskan
di penjara dan pembuangan kolonial Belanda. Terbujur dan
mengenaskan. Hanya ada Bung Hatta! dan Ali Sadikin -
Gubernur Jakarta - yang juga berasal dari KKO Marinir.
merah serta baju hem coklat. Wajahnya bengkak bengkak dan
rambutnya sudah botak.
penuh dengan alat alat medis disebelah tempat tidurnya. Yang
ada hanya termos dengan gelas kotor, serta sesisir buah
pisang yang sudah hitam dipenuhi jentik jentik seperti
nyamuk. Kamar itu agak luas, dan jendelanya blong tidak ada
gordennya. Dari dalam bisa terlihat halaman belakang yang
ditumbuhi rumput alang alang setinggi dada manusia !.
atas karpet di lantai di ruang tengah
kepada jenasah, sebelum akhirnya Guntur Soekarnoputra
datang, dan juga orang orang lain.
dimakamkan jenasah proklamator. Walau dalam Bung Karno
berkeingan agar kelak dimakamkan di Istana Batu Tulis, Bogor
. Pihak militer tetap tak mau mengambil resiko makam seorang
Soekarno yang berdekatan dengan ibu kota.
Tentu saja Presiden Soeharto tidak menghadiri pemakaman ini.
Cakrabirawa,
Pusat di Wisma Yaso. Pemeriksaan dilakukan dengan cara cara
yang amat kasar, dengan memukul mukul meja dan memaksakan
jawaban".
penyakitnya makin parah karena memang tidak mendapatkan
pengobatan yang seharusnya diberikan. "
perawat Bung Karno sejak 7 februari 1969 sampai 9 Juni 1970
serta mewancarai dokter Bung Karno berkesimpulan telah
terjadi penelantaran. Obat yang diberikan hanya vitamin B,
B12 dan duvadillan untuk mengatasi penyempitan darah.
Padahal penyakitnya gangguan fungsi ginjal.
Karno justru dirawat oleh dokter hewan saat di Istana
Batutulis. Salah satu perawatnya juga bukan perawat. Tetapi
dari Kowad
Presiden Soeharto, yang setiap hari tersedia dokter dokter
dan peralatan canggih untuk memperpanjang hidupnya, dan
masih didampingi tim pembela yang dengan sangat gigih
membela kejahatan yang dituduhkan.
kejaksaan harus datang ke rumahnya di Cendana. Mereka harus
menyesuaikan dengan jadwal tidur siang sang Presiden !
bertambah sesak. Saya membayangkan sebuah bangsa yang
menjadi kerdil dan munafik. Apakah jejak sejarah tak pernah
mengajarkan kejujuran ketika justru manusia merasa bisa
meniupkan roh roh kebenaran ?
karena selalu ada tabir tabir di sekelilingnya yang diam membisu.
0 Komentar