Rabu, 30 Januari 2008
Jakarta, (Analisa)
Pakar teknik pengeboran dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Dr Rudi Rubiandini, mengatakan luapan lumpur akibat aktifitas pengeboran PT Lapindo di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, bisa dihentikan secara permanen dengan proses yang berdurasi 160 menit saja.
Rudi, mantan ketua tim investigasi independen luapan lumpur Sidoarjo, memaparkan usulan solusinya itu dalam forum diskusi pakar bersama publik "Mengurai Lumpur Lapindo dan Solusinya", di Jakarta, Selasa.
Ia menekankan, inti penanganan luapan lumpur Lapindo--yang merupakan luapan dari bawah tanah (underground blow out)-- adalah membuat "komunikasi dengan sumber" yang dikenal dengan "relief well" atau sumur penyelamat.
"Ada tiga skenario penanganan luapan lumpur, semuanya membutuhkan 'relief well'," kata Rudi.
Cara pertama adalah dengan menginjeksikan lumpur berat ke sumber luapan lumpur, sehingga berat jenis lumpur membuat lumpur tidak lagi menyembur ke permukaan Bumi.
Skenario kedua adalah menyedot lumpur dari sumbernya untuk kemudian dimanfaatkan untuk produksi air panas, kalau tidak berhenti juga ada cara ketiga yakni meledakkan sumber lumpur sehingga reruntuhannya akan menghentikan semburan lumpur.
Menurut Rudi, teknologi dan sumber daya manusia di Indonesia sudah sangat siap menghentikan semburan lumpur Lapindo, cuma masalahnya sekarang adalah soal pendanaan dan sokongan politik.
Pria yang mengajar di almamaternya ini mengakui proses penanganan semburan dengan injeksi lumpur berat hanya butuh waktu yang sangat sedikit, tapi memang persiapannya bisa berlangsung berbulan-bulan.
Ibarat membuat sistem mengatasi kebakaran, ujar Rudi, dibutuhkan waktu berbulan-bulan untuk mendatangkan mobil pemadam kebakaran dan alat-alat lainnya, sementara kebakaran bisa dihentikan dalam tempo beberapa menit atau jam saja.
Rudi memperkirakan dengan dua "relief well" yang didukung oleh 10 pompa injeksi lumpur berat, dana yang dibutuhkan maksimal 50-70 juta dolar Amerika.
Ditanya kapan usaha "membunuh" sumber luapan lumpur itu dilaksanakan, Rudi menjawab, "Saya 'blank' -- sama sekali tidak tahu. Karena belum jelas dananya, dan tidak ada dukungan politik."
Hampir dua tahun semburan lumpur itu terjadi di Porong, dan publik masih simpang-siur membahas soal penyebab munculnya luapan.
Namun berdasarkan catatan harian pengeboran PT Lapindo diketahui bahwa mata bor dibiarkan tidak dilindungi oleh pelindung (casing) hingga 1.350 meter panjangnya.
Ketika terjadi mata bor patah dan "underground blow out", Lapindo tidak melakukan injeksi lumpur berat dengan sempurna, sehingga lumpur terus merembes ke permukaan tanah.
Pada 3 Juni 2006, rig meninggalkan titik pengeboran yang menyebabkan "underground blow out", dengan alasan khawatir tidak mendapat ganti rugi akibat rig tidak diasuransikan.
Menurut perkiraan Rudi, volume luapan lumpur mencapai 250.000 barel per hari.
0 Komentar