Oleh : Maman Suparman
(ketua Forum Tenaga Honorer Madrasah Indonesia Kab. Subang)
Walau sudah puluhan tahun Bangsa ini merdeka, tetapi konsep pendidikan untuk guru masih menyisakan beragam permasalahan, salah satunya adalah guru swasta yang punya andil besar dalam mencerdaskan
kehidupan bangsa.
Dalam konteks Undang-undang (UU tentang Guru dan Dosen, UU tentang Sisdiknas) sangat jelas menegaskan bahwa guru adalah pendidik professional, dan guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga professional. Oleh sebab itu, tidak ada perbedaan antara guru yang ada di sekolah negeri dengan guru yang ada di sekolah swasta.
Lahirnya PP No. 48 tahun 2005 dan PP No. 43 tahun 2007 merupakan salah satu bentuk penistaan terhadap amanat Undang-undang, betapak tidak, esensi yang terjadi dalam PP tersebut adalah pengangkatan tenaga honorer menjadi pegawai negeri sipil (PNS) yang dimulai pengangkatannya dari tahun 2005 sampai tahun 2009, namun ironisnya seorang yang dapat diangkat menjadi PNS adalah hanya bagi mereka yang honor di intansi negeri atau seseorang yang diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian atau pejabat lain, untuk melaksanakan tugas tertentu pada intansi pemerintah atau penghasilannya menjadi beban APBN/APBD sehingga bagi guru yang ada di intansi swasta/ penghasilannya tidak menjadi beban biaya APBN/APBD tidak terakomodir oleh PP tersebut.
Bila membaca UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas pasal 4 ayat (1) yaitu “ Pendidikan diselenggarakan secara demokaratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjungjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural dan kemajemukan bangsa”, pasal 40 ayat (1) .. “ Pendidik dan tenaga kependidikan berhak memperoleh penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial yang pantas dan memadai”, UU No 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 14 ayat (1) yaitu: “Dalam melaksanakan tugas keprofessionalan guru berhak
memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial” . dari berberapa kutipan undang-undang tersebut cukup jelas bahwa pemerintah tidak melaksanakan apa yang diamanatkan oleh undang-undang, atau bisa dikatakan merupakan pengkhianatan terhadap undang-undang.
Berakhirnya masa kerja PP No. 48 tahun 2005 dan PP No. 43 tahun 2007 meniscayakan pemerintah melakukan regulasi dengan PP yang berkeadilan dan tidak diskriminatif, yang secara nyata PP No. 48 tahun 2005 dan PP No. 43 tahun 2007 mengundang reaksi dan perlawanan dari seluruh komponen guru swasta di berbagai daerah di Indonesia dengan menyatukan niat dan tekad menuntut pemerintah mengeluarkan PP yang mengakomodir semua kepentingan guru Indonesia.
Menyikapi reaksi dari berbagai komponen guru yang terus bergelora di berbagai pelosok negeri, DPR berinisiatif membentuk PANJA gabungan Komisi II, komisi VIII dan Komisi X DPR RI tentang penyelesaian tenaga honorer, sehingga menghasilkan keputusan rapat gabungan tanggal 26 April 2010 sebagai berikut:
Disepakati penyelesaian tenaga honorer dengan katagorisasi sebagai berikut:
- Tenaga honorer yang memenuhi syarat sesuai dengan PP no 48 tahun 2005 dan PP 43 tahun 2007 namun terselip tercecer dan tertinggal, diangkat tanpa test hanya melalui verifikasi dan validasi prioritas tahun
2010;
- Tenaga honorer yang memenuhi syarat sesuai dengan PP no 48 tahun 2005 dan PP 43 tahun 2007 namun tidak bekerja di intasi pemerintah diangkat tanpa test hanya melalui verifikasi dan validasi;
- Tenaga honorer yang diangkat oleh pejabat yang tidak berwenang, dibiayai bukan oleh APBD/APBN, diangkat menjadi CPNS melalui test sesama tenaga honorer sejenis;
- Tenaga honorer yang diangkat oleh pejabat yang tidak berwenang, dibiayai bukan oleh APBD/APBN (khusus guru, diangkat menjadi CPNS melalui test sesama tenaga honorer sejenis apabila mereka tidak lulus maka akan dilakukan pendekatan kesejahteraan;
- Tenaga honorer yang diangkat oleh pejabat yang berwenang, dibiayai oleh APBD/APBN (penyuluh pertanian, kesehatan pegawai honorer sekretariat KORPRI) diangakat melalui verifikasi dan validasi diangkat untuk mengisi formasi melalui test sesama tenaga honorer apabila tidak lulus akan dilakukan pendekatan kesejahteraan).
Keputusan tersebut memberikan secercah harapan bagi guru-guru honor di sekolah swasta, namum lagi-lagi pemerintah melalui Kementrian PAN & RB tidak mengindahkan hasil keputusan DPR, dan secara sepihak mengeluarkan Surat Edaran nomor 5 tahun 2010 tentang pendataan tenaga honorer yang bekerja di lingkungan intansi pemerintah. Keberadaan SE Menpan tersebut telah membikin resah dan kecemburuan terhadap sesama honorer, dan ini akan mengakibatkan semakin bangkitnya perlawanan honorer swasta terhadap ketidakadilan pemerintah.
Atas dasar itu, sesuai hasil Rakornas Guru Swasta se-Indonesia yang dilaksanakan pada tanggal 24 Juli 2010 di Subang Jawa Barat sepakat akan mendesak Menpan & RB menghentikan ketidakadilan terhadap guru honorer swasta juga memaksa mereka melakukan pendataan terhadap guru-guru honorer yang ada di sekolah-sekolah swasta. Kekuatan yang akan datang ke Jakarta sekitar 10.000 orang dari berbagai elemen organisasi guru swasta yang ada di Indonesia.
--
Kaka Suminta
Jl. Kartini Gg. Kutilang No 2 Soklat Subang.
Phone/fax 0260 420 707
HP:0852 222 771 22
1 Komentar
Selama ini guru honor di sekolah-sekolah swasta telah menghasilkan anak-anak didik yang tidak kalah baiknya dengan anak didik yang belajar disekoh negeri, padahal guru honor swasta hanya dibayar jauh di bawah guru-guru yang bestatus PNS bahkan kasarnya guru honor swasta hanya diberi uang alakadarnya.
BalasHapusKalaulah anak didik yang dihasilkan di sekolah swasta bisa diakui keberadaanya dan ijazah yang dimilikinya dikeluarkan oleh dinas pendidikan tetapi mengapa orang yang mendidiknya harus dibedakan dan marginalkan?
Apakah itu warna kependidikan di Indonesia?
Buatannya digunakan tetapi pembuatnya dicampakan.