![]() |
Masyita Crystallin (Foto: Tangkapan layar masyita-crystallin.com) |
Oleh: Mahar Prastowo
Pagi itu, suasana di Gedung Djuanda Kementerian Keuangan tak seperti biasanya. Hari Jumat, 23 Mei 2025, satu lagi sejarah kecil ditorehkan: Sri Mulyani Indrawati melantik seorang perempuan sebagai Direktur Jenderal Stabilitas dan Pengembangan Sektor Keuangan. Namanya mungkin tak sefamiliar para pemain politik di layar kaca. Tapi di ruang-ruang sunyi tempat angka dan kebijakan berdansa, nama Masyita Crystallin sudah lama bersinar.
Banyak yang mengenalnya sebagai "ekonom IMF." Tapi siapa sangka, perempuan kelahiran 13 Juli 1981 ini memulai segalanya dari Depok—Universitas Indonesia, tempat ia belajar ekonomi dan mengajar di sela-sela kuliah. Tahun 2005, ia lulus. Tak lama berselang, ia sudah membagi ilmunya sebagai dosen. Tapi rupanya, Indonesia terlalu sempit untuk pengetahuan yang ia cari.
Dari Depok ke Canberra, dari IMF ke Istana
Dua gelar master ia raih, dari The Australian National University dan Claremont Graduate University. Ia tak berhenti di situ. Di Claremont pula, Masyita meraih gelar Ph.D bidang Ekonomi pada 2015. Satu hal yang mencolok dari perjalanan akademiknya: ia konsisten memilih institusi yang menekankan ekonomi pembangunan dan transisi.
Kesan pertama yang saya dapat ketika berbincang dengannya lewat seorang kolega: tenang, rinci, dan penuh visi. “Dia bukan tipe pembuat kebijakan yang galak di depan, tapi kuat di belakang layar,” kata kolega itu. Kesan itu terbukti saat kita lihat rekam jejaknya.
Masyita adalah ekonom yang berpindah dari teori ke praktik dengan mulus. Pernah magang di IMF, menjadi konsultan Bank Dunia, lalu mengajar di Amerika. Tapi justru pulangnya ke Indonesia yang menjadi titik balik kariernya.
Tahun 2016, ia masuk ke Kemenko Maritim sebagai penasihat ekonomi. Saat itu, Indonesia tengah merancang kebijakan maritim yang ambisius. Masyita datang dengan pemahaman global, tapi juga pijakan lokal yang kuat. Dua tahun kemudian, ia hijrah ke dunia pasar modal: Mandiri Sekuritas dan DBS Indonesia. Ia menulis riset pasar, membaca tren makroekonomi, dan menyusun strategi yang bukan hanya menguntungkan bank, tapi juga bisa memberi masukan bagi negara.
Kepercayaan Sri Mulyani
Mungkin inilah saat yang paling menentukan: tahun 2020, Sri Mulyani menunjuk Masyita sebagai Staf Khusus Menteri Keuangan. Waktunya tidak ideal—pandemi COVID-19 baru saja menghantam dunia. Tapi peran Masyita justru krusial. Ia mengawal kebijakan fiskal yang fleksibel tapi terukur. Membantu mendesain respons fiskal yang tanggap terhadap krisis kesehatan sekaligus menjaga iklim investasi.
Dia salah satu dari sedikit ekonom yang bisa bicara fiskal dan iklim dalam satu kalimat tanpa terdengar mengada-ada.
Memang, selain soal fiskal dan stabilitas makro, Masyita juga punya perhatian besar pada isu perubahan iklim. Sejak 2021, ia menjadi Wakil Ketua Coalition of Finance Ministers for Climate Action. Ini bukan forum sembarangan. Di sinilah kebijakan keuangan dunia mulai dirancang ulang untuk menghadapi risiko iklim. Masyita, duduk sebagai salah satu dari sedikit perempuan Asia di forum itu.
Stabilitas: Kata Kunci Indonesia Hari Ini
Sebagai Dirjen Stabilitas dan Pengembangan Sektor Keuangan, tantangan Masyita tidak kecil. Ia akan mengawasi sistem keuangan agar tetap likuid, stabil, dan adaptif. Di saat banyak negara terguncang oleh krisis utang, geopolitik, dan tekanan iklim, Indonesia perlu menjaga rumah tangga keuangannya tetap waras.
Data OJK per April 2025 menunjukkan pertumbuhan kredit melambat ke 8,1% dari 9,2% tahun sebelumnya. Inflasi terkendali di 3,2%, tetapi tekanan nilai tukar akibat ketegangan Laut Cina Selatan dan suku bunga global masih menjadi ancaman. Stabilitas bukan slogan, tapi kebutuhan harian.
Di sinilah Masyita harus bergerak. Ia perlu menjadi jembatan antara otoritas fiskal, moneter, dan pasar keuangan. Ia tak hanya menjaga agar sistem tidak runtuh, tapi juga berkembang—inklusif dan hijau.
Tak Sekadar Gelar
Yang menarik dari Masyita bukan hanya gelar dan jabatannya. Tapi konsistensinya membangun reputasi dalam senyap. Ia komisaris di Indonesia Financial Group (IFG), partner di Systemiq Ltd—perusahaan transisi energi global, dan anggota dewan pakar Apindo. Di mana-mana, suaranya tenang, namun memengaruhi kebijakan.
Satu waktu, saya iseng mencari namanya di Google Scholar. Jumlah kutipan akademiknya tak spektakuler. Tapi ia tidak mengejar panggung akademik. Ia mengejar dampak.
Dalam dunia birokrasi yang sering dihuni oleh orang-orang yang lebih suka protokol daripada perubahan, Masyita hadir sebagai anomali: teknokrat yang paham pasar, perempuan yang paham fiskal, dan ekonom yang peduli iklim.
Kata Akhir
Di kantor barunya, ia barangkali masih beres-beres dokumen. Atau menyesap kopi sambil membaca laporan pasar modal terbaru. Tapi Indonesia berharap banyak padanya. Stabilitas itu barang mahal. Dan kali ini, kita mempercayakan barang mahal itu kepada seorang perempuan dari Depok yang pernah menjadi intern di IMF, dan kini jadi penentu arah sektor keuangan Indonesia.
Jika sejarah adalah tentang orang-orang di saat yang tepat, maka Masyita Crystallin mungkin sedang menulis bab barunya hari ini.
Catatan Penutup:
Masyita adalah cermin generasi baru teknokrat Indonesia: cakap secara global, berpijak secara lokal. Bukan hanya tahu angka, tapi tahu arah. Dan semoga, tahu cara membawa republik ini tetap stabil di tengah dunia yang makin goyang.
---
Bahan bacaan:
https://www.kompasiana.com/masyitacrystallin
https://www.maharprastowo.com/masyita-crystallin-penjaga-stabilitas-keuangan-republik
https://masyita-crystallin.com/
0 Komentar