Pagi itu, Senin, Jakarta Timur masih berpeluh sisa hujan dinihari. Kabut tipis menggantung di langit Kelurahan Kebon Pala, tepat saat deru motor dinas polisi berhenti di depan gerbang SMK Bhakti 1. Jam menunjukkan pukul 06.25 WIB. Tapi di balik pagar sekolah, siswa-siswi berseragam sudah berdiri rapi. Mereka bukan sedang baris upacara—melainkan menyambut tamu yang tak biasa.
Kompol Sumardi, SH, MM, Kapolsek Makasar, datang tidak untuk menindak. Ia datang membawa pesan. Bukan pesan surat, tapi pesan moral dan kamtibmas—dalam balutan pendekatan edukatif bertajuk One Day One School, yang telah menjadi program unggulan Polri di seluruh Indonesia.
Ini bukan sekadar program. Ini adalah jalan sunyi dalam membina masa depan bangsa yang kerap dilupakan: mencegah sebelum menyesal.
Polisi Masuk Sekolah: Gagasan yang Lahir dari Lapangan
Bukan kebetulan kalau SMK Bhakti 1 dipilih pagi itu. Sekolah yang terletak di Jalan Sutoyo RT 06 RW 07, Kelurahan Kebon Pala, ini memang berada di lingkungan padat, tempat lalu lintas warga, siswa, dan kendaraan bercampur setiap hari. Di jam-jam rawan, titik ini bisa menjadi panggung dari skenario negatif—dari tawuran, nongkrong liar, sampai korban pergaulan bebas.
Kompol Sumardi tahu betul situasi itu. Ia bukan hanya duduk di kantor memantau dari layar CCTV. Ia datang langsung. Menyapa. Menyampaikan. Dan lebih penting, mendengarkan.
“Siswa-siswi harus pulang langsung setelah sekolah, jangan nongkrong di pinggir jalan,” ucapnya dari atas panggung kecil di halaman sekolah, disambut anggukan para siswa yang barangkali baru saja melewati fase pencarian jati diri—dan rentan diseret arus negatif.
Pesannya sederhana. Tapi dalam.
Sekolah Bukan Sekadar Tempat Belajar
Dalam pidatonya yang singkat tapi penuh makna, Kompol Sumardi menyisipkan nilai: tentang cita-cita, tanggung jawab, dan kebanggaan. “Jaga nama baik sekolah, jaga masa depan kalian,” katanya, dengan intonasi yang tak menggurui.
Di tengah era gadget dan distraksi tanpa batas, polisi ini tidak bicara soal larangan tanpa solusi. Ia justru mengajak sekolah memperkuat sistem pengawasan internal. “Saat jam istirahat, harus ada penjagaan. Jangan ada bullying. Jangan ada anak merasa sendirian.”
Yang lebih menarik, ia tidak hanya berbicara kepada siswa. Ia menantang semua pihak: sekolah, guru, bahkan orang tua. “Anak-anak kita ini bukan hanya tanggung jawab guru atau polisi. Tapi tanggung jawab bersama. Jangan sampai kita terlambat baru bertindak.”
Polisi sebagai Teman, Bukan Ancaman
Di akhir acara, bukan tangan kosong yang dibawa. Pihak Polsek Makasar membagikan nomor layanan: 0823-1372-2156 dan 110. "Silakan hubungi kapan saja. Polisi bukan hanya datang saat ada kejahatan. Kami hadir juga saat kalian butuh teman bicara," ujarnya sambil menyunggingkan senyum kepada seorang siswa yang tampak gelisah.
Di luar sana, berita tentang siswa terlibat geng motor, remaja terjerumus narkoba, atau tawuran massal mungkin terus beredar. Tapi pagi itu, di SMK Bhakti 1, Jakarta Timur, satu upaya kecil sedang dimulai: menyapa sebelum terlambat.
Mengapa Penting?
Karena negara ini kekurangan orang bijak yang mau mendengar. Kekurangan pemimpin yang turun langsung ke tanah. Kekurangan pendekatan yang membina, bukan hanya menghukum.
Kompol Sumardi, di usia dinasnya yang tak muda lagi, barangkali sudah menyaksikan betapa banyak anak muda terseret ke jalur gelap bukan karena mereka jahat—tapi karena tidak ada yang menggandeng mereka keluar dari kegelapan.
Jalan Sunyi yang Tak Populer
Program One Day One School meskipun sudah jadi program polri sekian lama, memang bukan program viral. Tak ada efek sosial media. Tak ada tepuk tangan meriah dari layar televisi nasional. Tapi ia berjalan—senyap dan konsisten.
Ia seperti seorang bapak yang tiap pagi mengantar anaknya ke sekolah, tak peduli hujan atau panas. Tanpa kamera. Tanpa publikasi. Tapi tahu betul, kalau satu anak saja selamat dari jerat kejahatan karena pesan-pesan pagi itu—maka tugasnya sudah cukup.
Catatan Akhir
Kompol Sumardi mungkin tak punya gaya flamboyan seperti tokoh politik. Tapi pagi itu, di depan siswa-siswi SMK Bhakti 1, ia mengajarkan satu hal yang jarang disampaikan di sekolah: bahwa menjaga masa depan bukan hanya soal nilai ujian atau ijazah. Tapi tentang memilih jalan yang benar ketika tak ada yang melihat, dan konsisten melakukannya.
Dan barangkali, program One Day One School inilah salah satu cara Polri, sebagai bangsa, untuk berkata: "Kami peduli. Kami hadir."
Mahar Prastowo – dari Kebon Pala, Makasar, Jakarta Timur
0 Komentar