Header Ads Widget

Header Ads

A+

6/recent/ticker-posts

Delapan Kades dan Sebuah Genset dari Makassar


 
Oleh: Mahar Prastowo

A+ | TALIABU — Ada yang sedang berlayar dari Makassar menuju Pulau Taliabu. Bukan pejabat. Bukan pula investor. Tapi satu genset besar dan gulungan kabel—beserta impian seorang kepala desa bernama Junaedi.

Ia ingin menyalakan desanya. Tapi sebelum listrik menyala, jabatannya lebih dulu padam.


Delapan kepala desa. Delapan tahun jabatan. Delapan pasang mata kecewa.

Mereka bukan hasil Pilkades instan. Mereka bukan juga “PLT” yang digeser sesuka. Mereka semua definitif. Dipilih. Dilantik. Diperpanjang.

Dulu, saat jabatan mereka hampir habis, datang Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024. Isinya gamblang: masa jabatan kepala desa diperpanjang menjadi delapan tahun. Ada pasal 118 huruf (e). Bunyinya: jika masa jabatan berakhir pada Februari 2024, maka bisa diperpanjang. Delapan tahun.

Bupati lama, Aliong Mus, tidak menunggu polemik. Ia perpanjang saja langsung. Sesuai amanat undang-undang. Formal. Legal. Dan tentu saja politis.

Tapi kemudian, kekuasaan berganti.  Sasabila Widya L Mus naik jadi Bupati. 

Sashabila Widya L Mus. Anak dari Ahmad Hidayat Mus (bupati 2 periode di Kepulauan Sula) yang merupakan Kaka dari Aliong Mus, bupati Pulau Taliabu 2 periode kemarin. Singkatnya: Sasha menggantikan paman jadi bupati Pulau Taliabu.


Dan ia membawa satu keputusan penting: mencabut delapan perpanjangan itu. Langsung. Seketika. Tanpa evaluasi. Tanpa surat peringatan. Bahkan tanpa aba-aba.


“Apa aturan yang kemarin sudah tidak berlaku di Kabupaten Pulau Taliabu?”

Begitu tanya Junaedi, Kepala Desa Bapenu yang kini mantan.

Nada suaranya bukan marah. Hanya bingung. Ia baru saja memesan genset dari Makassar. Kabel induk, MCB, hingga tiang distribusi sedang dalam perjalanan laut.

“Saya tidak sedang proyek, saya tidak lagi minta dana. Saya cuma mau desa saya terang. Supaya anak-anak bisa belajar malam hari. Supaya dapur warung tidak gelap,” katanya.

Semua itu dibelinya dari uang desa. Bukan untuk pencitraan. Bukan untuk menempel stiker nama kades di kotak MCB. Tapi untuk kenang-kenangan. Agar ketika ia bukan siapa-siapa, ada sesuatu yang bisa ditinggalkan.



Delapan kepala desa. Delapan mimpi. Delapan dusun yang kini bingung.

Kalau soal hukum, biarlah pengacara yang bicara. Tapi soal hati warga, itu urusan lain. Mereka tak peduli tafsir pasal. Mereka hanya tahu: kepala desa mereka barusan diperpanjang. Kok sekarang diganti?.

Satu warga Bapenu, seorang ibu pedagang, cuma bertanya begini:
“Kalau sudah diganti, terus listriknya siapa yang urus? Jangan-jangan kabelnya juga digulung balik.”


Dan sebenarnya: siapa yang paling kasihan dalam cerita ini?

Bukan Junaedi. Ia sudah ikhlas.

Bukan juga warga. Mereka sudah terbiasa hidup tanpa kepastian.

Yang paling kasihan adalah genset itu. Mesin besar dari Makassar yang kini kehilangan alamat tujuan. Ia masih di atas kapal. Menatap lautan. Tak tahu akan diturunkan di mana. Karena Kepala Desa yang memesannya sudah bukan kepala lagi.


Angka delapan itu memang keramat.

Delapan kepala desa.
Delapan tahun masa jabatan.
Delapan hari genset di laut.
Delapan dusun yang padam.
Delapan juta harapan.
Delapan titik kabel ditanam.
Delapan kali rapat Musrenbang.
Dan—baru-baru ini—delapan triliun janji pembangunan.

Ya. Delapan triliun rupiah. Itulah amanat Gubernur Maluku Utara saat melantik Sasabila Widya L Mus sebagai Bupati Pulau Taliabu: membangun jembatan, jalan, sekolah rakyat, dan dua kawasan industri. Angka yang fantastis. Rencana yang besar.

Tapi warga Bapenu mungkin hanya butuh satu hal kecil: saklar untuk menyalakan lampu.


Politik kadang seperti listrik.

Ia hanya menyala kalau arusnya dibiarkan mengalir. Tapi jika sekeringnya dicabut sepihak, maka bahkan genset pun tak mampu menyelamatkan terang.

Di Taliabu, delapan kepala desa mungkin akan berjuang ke PTUN. Tapi satu genset dari Makassar sedang berharap: semoga ia tidak kembali ke laut, seperti mimpi yang tak pernah mendarat.

Vox Populi, Vox Dei.
Tapi di negeri ini, suara rakyat sering kalah terang dibanding saklar kekuasaan.


[mp]

Posting Komentar

0 Komentar