Header Ads Widget

Header Ads

A+

6/recent/ticker-posts

Laporan Utama A+: LAKBAN DI KEPALA DIPLOMAT

Kematian Misterius Diplomat ADP

 Mengupload: 494470 dari 494470 byte diupload.


Jejak CCTV, Obat Lambung, dan Pintu Smartlock: Misteri Kematian di Menteng

Diplomat muda Kementerian Luar Negeri itu ditemukan tewas di kamar kosnya. Kepala dilakban. Pintu kamar terkunci dari dalam. Tidak ada tanda kekerasan. Siapa yang membunuh—jika bukan dia sendiri?

Oleh Tim Investigasi A+

Pagi masih basah oleh embun, Selasa, 8 Juli 2025, ketika penjaga kosan elite di kawasan Menteng membuka paksa kamar nomor 203. Di dalamnya, tubuh ADP, diplomat muda berusia 39 tahun, terbujur kaku di atas kasur. Kepala terlilit lakban kuning. Tubuh berselimut biru. Tak ada darah, tak ada kerusakan di sekeliling, dan yang paling aneh: pintu kamar terkunci dari dalam. Pintu itu memakai smartlock, hanya bisa diakses dengan sidik jari korban.

Sehari sebelumnya, istri ADP menghubungi penjaga kos karena tak bisa menghubungi suaminya sejak subuh. Permintaan pertama datang pukul 22.40, lalu disusul dua kali lagi pada pukul 00.48 dan 05.27. Setiap kali dicek, kamar sunyi. Tidak terdengar suara. Tidak ada yang menjawab ketukan.

Hingga pukul delapan pagi, setelah diputuskan pintu dibuka paksa, teka-teki itu pun menganga.


Rekaman Terakhir

CCTV di koridor kos merekam langkah terakhir ADP pada pukul 23.23 WIB, Senin malam. Ia membawa kantong plastik dan masuk ke kamar. Beberapa detik sebelumnya, ia sempat keluar dan masuk kembali. Tidak ada orang lain terekam masuk ke dalam kamar setelahnya. Tidak ada suara mencurigakan dari dalam kamar. Tidak ada teriakan. Hanya kesunyian yang terekam kamera dan waktu.

Dari penelusuran A+, dalam kantong plastik itu terdapat obat-obatan ringan: obat sakit kepala dan lambung. Menurut salah satu penyidik di Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, korban memang memiliki riwayat GERD dan kolesterol. “Tapi tidak dalam kategori kronis atau parah,” ujar penyidik itu, yang meminta identitasnya disembunyikan.


Lakban dan Digital Forensik

Kepala ADP dililit lakban kuning. Benda itu ditemukan dengan sidik jari korban. Tapi apakah ia sendiri yang melilitkan lakban itu ke kepalanya? Atau ada orang lain yang melakukannya sebelum kabur? Di sinilah penyelidikan terhambat. Tidak ada tanda perlawanan. Tidak ada luka. Tidak ada racun yang langsung terdeteksi dalam visum luar. Jawaban hanya bisa muncul dari dua hal: autopsi medis dan digital forensik.

Polisi telah menyita ponsel, laptop, serta sejumlah dokumen pribadi korban. “Kami telusuri motifnya, komunikasi terakhirnya, kondisi mentalnya,” ujar Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Wira Satya Triputra.


Kriminolog: Bunuh Diri yang Diskenariokan?

Soeprapto, kriminolog Universitas Indonesia, menyebut bahwa beberapa elemen kasus ini justru terlalu rapi. “Kalau ini pembunuhan, terlalu bersih. Tidak ada kerusakan pintu, tidak ada barang hilang, dan hanya satu orang yang bisa masuk kamar: korban sendiri,” ujarnya.

Tapi jika bunuh diri, motif dan cara yang dipilih tergolong ganjil. “Melilit kepala dengan lakban, lalu tidur berselimut?” katanya lagi. “Biasanya orang dengan niat bunuh diri menggunakan metode yang lebih instan: racun, gantung diri, atau luka tusuk.”

Menurut Soeprapto, kondisi psikis korban harus diselidiki mendalam. Ia juga menyoroti rencana ADP yang disebut-sebut akan pindah kosan dalam waktu dekat. “Itu bisa jadi indikasi ketidaknyamanan, atau bahkan ancaman yang ia rasakan.”


Diplomasi dan Tekanan Psikologis

ADP bukan diplomat sembarangan. Ia baru saja menyelesaikan penugasan luar negeri dan kembali ke Jakarta beberapa bulan lalu. Salah satu rekan kerjanya di Kemlu, yang kami temui di Pejambon, menyebut ADP sebagai pribadi tenang dan teliti. “Tapi akhir-akhir ini memang kelihatan sering menyendiri,” katanya.

Kementerian Luar Negeri telah menyampaikan duka cita dan menyerahkan proses penyelidikan sepenuhnya kepada kepolisian. “Kami meminta agar semua pihak menahan diri dan tidak berspekulasi,” kata juru bicara Kemlu, Lalu Muhammad Iqbal.

Namun di internal kementerian, sejumlah diplomat muda mengaku resah. Beberapa bahkan menduga kematian ADP bisa berkaitan dengan tugas-tugas diplomatik sensitif yang pernah ditanganinya.


Menunggu Jawaban


Jenazah ADP menurut kepolisian sudah diotopsi. Tim forensik Mabes Polri dilibatkan, mengingat sensitivitas kasus ini. Polisi juga telah memeriksa lima saksi, termasuk istri korban, penjaga kos, pemilik kos, serta dua penghuni lainnya.

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengatakan penyelidikan dilakukan secara menyeluruh dan transparan. “Kami akan ungkap apapun motif di balik kematian ini,” ujarnya dalam rapat Komisi III DPR.

Namun, bagi publik, waktu yang terus berlalu tanpa penjelasan memunculkan lebih banyak tanya. Apalagi, tiap fakta yang terungkap seolah menambah kerumitan.

Sampai hari ini, satu pertanyaan terus menggantung:
Kalau bukan orang lain yang membunuhnya, mungkinkah ADP membunuh dirinya sendiri—dengan lakban di kepala dan kamar yang terkunci dari dalam?


PETA MISTERI KAMAR KOS 203

  • Jam 23.23 WIB: ADP masuk kamar terakhir kali.
  • Jam 22.40 – 05.27: Istri terus menghubungi penjaga kos, tidak ada jawaban dari kamar.
  • Jam 08.00 WIB: Pintu dibuka paksa. ADP ditemukan tak bernyawa.
  • Bukti ditemukan: Lakban, plastik obat, ponsel, dompet, dan pakaian.
  • Status kamar: Terkunci dari dalam. Tidak ada kerusakan.
  • Jejak CCTV: Tidak ada orang lain masuk kamar setelah ADP.
  • Status penyelidikan: Autopsi dan digital forensik masih berjalan.

A+ (www.maharprastowo.com) mencatat, menunggu, dan akan terus menyelidiki.
Karena tiap lakban yang melilit kepala bisa saja menyimpan cerita yang tak ingin diungkap oleh siapapun. Bahkan oleh sang korban sendiri.

Posting Komentar

0 Komentar