A+

6/recent/ticker-posts

Sim-salabim Harta Bahasyim

Nyaris tertutup oleh kasus Gayus Tambunan, kasus Bahasyim diam-diam ternyata menyimpan sejumlah kejutan. Dari rencana penggerebekan KPK yang gagal hingga rencana tuntutan hukuman ringan yang berbuntut pemeriksaan terhadap sejumlah jaksa yang menangani kasusnya.

Maret 2009 PPATK menyerahkan berkas rekening Bahasyim Assifie ke Mabes Polri. Dalam rentang 2004-2010 terdapat transaksi bank 304 kali dengan jumlah sekitar Rp 885 miliar. Sebanyak 47 transaksi dianggap mencurigakan.

9 April 2010 Kepolisian Daerah Metro Jaya menangkap Bahasyim. Ia dijerat dengan Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Nomor 20/2001 tentang Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 3 dan 6 UU Nomor 25/2003 tentang Pencucian Uang.

5 Juli 2010 Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta menyatakan berkas pemeriksaan Bahasyim telah lengkap (P-21). Uang Rp 60,8 miliar di rekening Bahasyim dinyatakan dari uang para wajib pajak yang dibantu Bahasyim selama 2004-2010.

30 September 2010 Sidang perdana Bahasyim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Majelis hakim dipimpin oleh Didik Setyo Handono. Tim jaksa yang berjumlah lima orang diketuai Fachrizal.

27 Desember 2010 Semua saksi telah diperiksa. Hakim Didik mengagendakan pembacaan tuntutan untuk sidang selanjutnya.

3 Januari 2011 Bahasyim tak datang ke sidang karena mengaku sakit. Pembacaan penuntutan ditunda.

10 Januari 2011 Pembacaan penuntutan kembali ditunda. Tim jaksa mengaku belum selesai menyiapkan surat penuntutan. Jaksa Fachrizal beralasan banyak data yang harus dimasukkan ke tuntutan Bahasyim.

11 Januari 2011 Berkas rencana penuntutan untuk terdakwa Bahasyim baru tiba di Kejaksaan Agung, ditandatangani Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.

12 Januari 2011 Untuk ketiga kalinya jaksa batal membacakan tuntutan. Hakim Didik marah dengan meminta jaksa bekerja secara serius. Seusai sidang, jaksa Fachrizal kabur dari kejaran wartawan.

17 Januari 2011 Akhirnya tuntutan Bahasyim dibacakan. Dia dituntut 15 tahun penjara dan denda Rp 500 juta.

Tuntutan Itu
Awalnya jaksa berencana menuntut Bahasyim hanya dengan 5 tahun penjara. Dia dibidik dengan pasal gratifikasi Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Jaksa juga memerintahkan pemblokiran rekeningnya dicabut dan uang tersebut dikembalikan ke Bahasyim.

Rencana tuntutan ini gagal. Sejumlah jaksa diperiksa karena diduga menerima suap. Kejaksaan Agung kemudian memutuskan menuntut Bahasyim hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp 500 juta.


Pasal yang dituduhkan:
UU Nomor 15/2002 juncto UU Nomor 25/2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
Melanggar Pasal 3 ayat (1) huruf a, yakni "menempatkan harta kekayaan yang diketahui atau diduga merupakan hasil tindak pidana ke dalam penyedia jasa keuangan, baik atas nama sendiri maupun atas nama pihak lain UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Melanggar Pasal 11: Dipidana penjara paling singkat satu tahun dan maksimal lima tahun, pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah padahal hadiah itu diberikan karena kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya.

sumber: http://majalah.tempointeraktif.com/i...135817.id.html

Posting Komentar

1 Komentar

  1. Jumat, 04 Februari 2011

    Bahasyim Divonis 10 Tahun Penjara

    Jakarta, Kompas - Majelis hakim yang dipimpin Didik Setyo Handono menjatuhkan vonis sepuluh tahun penjara kepada mantan Kepala Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak Bahasyim Assifie.

    ”Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 3 Ayat 1 Huruf a UU Pencucian Uang,” kata hakim Didik dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (2/2). Selain divonis 10 tahun, Bahasyim diwajibkan membayar denda Rp 250 juta, subsider tiga bulan kurungan. Majelis hakim juga memerintahkan harta kekayaan Bahasyim yang diduga berasal dari hasil korupsi senilai Rp 61 miliar dan 681.153 dollar AS disita untuk negara.

    Majelis hakim menilai Bahasyim melakukan korupsi dengan menerima suap dari wajib pajak Kartini Mulyadi senilai Rp 1 miliar saat dirinya menjadi Kepala Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak Jakarta Tujuh Direktorat Jenderal Pajak pada Februari 2005. Atas perbuatannya ini, Bahasyim dinilai melanggar Pasal 11 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

    Selain itu, menurut majelis hakim, Bahasyim juga terbukti melakukan pencucian uang karena menyimpan dana hasil tindak pidana pada lembaga keuangan serta memecahnya dalam sejumlah rekening atas nama istri dan anak-anaknya.

    Dalam perkara ini, majelis hakim menerapkan asas pembuktian terbalik, yaitu Bahasyim harus membuktikan harta kekayaannya senilai Rp 61 miliar sebagai bukan hasil tindak pidana.

    Majelis hakim meragukan penjelasan Bahasyim mengenai asal-usul kekayaannya yang disebutnya berasal dari sejumlah usaha yang dimiliki, termasuk kerja sama bisnis hiburan, restoran, dan kosmetik di Filipina dan China. Bahasyim tidak mampu menunjukkan dokumen kontrak kerja sama, dokumen penyertaan modal, dan bukti serah terima keuntungan dari bisnis-bisnisnya.

    Dugaan harta Bahasyim berasal dari tindak pidana diperkuat karena Bahasyim tidak mencantumkan seluruh harta kekayaannya tersebut pada Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara.

    Atas perbuatannya ini, Bahasyim dinilai melanggar Pasal 3 Ayat 1 Huruf a UU Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.

    Lebih ringan

    Vonis yang dijatuhkan hakim ini lebih ringan daripada tuntutan jaksa 15 tahun penjara.

    Atas vonis ini, jaksa penuntut umum Fachrizal menyatakan akan berpikir dahulu.

    Penasihat hukum Bahasyim OC Kaligis seusai persidangan, mengajukan banding atas vonis hakim tersebut. Ia menilai asas pembuktian terbalik tidak seharusnya diterapkan dalam perkara ini.

    Proses pengadilan terhadap Bahasyim juga diwarnai dugaan suap dari pihak keluarga Bahasyim kepada tim jaksa penuntut umum. Kasus ini masih ditelusuri oleh Bagian Pengawasan Kejaksaan Agung. (Faj)

    BalasHapus