Header Ads Widget

Header Ads

A+

6/recent/ticker-posts

Regina dan Angka Merah Itu

 


Regina dan Angka Merah Itu

Oleh: Mahar Prastowo

Regina duduk sendiri di ruang interogasi. Lampu neon menggantung mati-matian dari langit-langit. Di depannya, layar komputer menyala, menampilkan satu angka: Rp 7.177.022.555. Merah menyala. Tidak bergerak. Seperti sedang menatap balik.

Angka itu bukan target bisnis, bukan proyeksi kredit. Itu total kerugian akibat ulahnya. Sebuah angka yang lahir dari kepercayaan—dan dikhianati dengan begitu lancarnya.

Ia baru 26 tahun. Namanya masih segar di daftar kepegawaian Bank Pembangunan Daerah Jambi, cabang Kerinci. Posisi analis kredit, jabatan yang terdengar teknikal, namun di bank daerah bisa berarti segalanya: dari mengetik proposal kredit sampai "mewakili nasabah" menarik dana.

Ya, mewakili. Begitu awalnya.

Satu nasabah percaya padanya. Tidak tahu bahwa kepercayaan itu akan menular ke teller, ke kepala cabang, dan akhirnya: ke 26 rekening lainnya. Semuanya dibobol.


Dari Akad yang Tak Cair

Skandal ini meledak dari laporan sederhana: seorang guru PPPK, Mita Ayu, mengeluh pinjamannya tak kunjung cair. Ia sudah akad. Tapi uang tak pernah sampai. Anehnya, gajinya sudah dipotong cicilan.

Bank bingung. Tapi sistem komputer (T24) tak pernah bohong. Dana pinjaman memang sudah masuk ke rekening. Tapi tak ada transaksi keluar ke Mita.

Yang ada adalah slip penarikan dengan tanda tangan. Palsu.

Dan yang menyerahkan slip itu? Regina.


Bukan Sekali. Tapi 27 Kali.

Modusnya sederhana. Terlalu sederhana. Regina bilang ke teller, "Saya diminta nasabah untuk tarik dananya." Teller percaya. Berulang. Karena sudah pernah.

Ia palsukan tanda tangan. Ia mainkan slip. Ia setor ke teller. Teller proses. Dana cair. Tidak ke nasabah. Tapi ke dunia yang lebih sunyi: judi online.

Satu kali main, depositnya bisa Rp 70 juta. Bahkan seorang bandar lokal saja belum tentu segila itu.


Kepala Cabang, Teller, Semua Lolos?

Dari laporan Polda Jambi, selama September 2023 hingga September 2024, Regina menguras rekening 24 guru PPPK, satu nasabah reguler, dan satu yayasan: Baitul Husna.

Tidak ada yang curiga. Atau terlalu malas untuk curiga. Sistem perbankan berjalan seperti biasa. Transaksi lewat slip. Tidak lewat notifikasi. Tidak lewat OTP.

Apakah sistem pengawasan internal di BPD Jambi memang serapuh itu? Atau hanya terlalu percaya pada wajah muda Regina?

Tujuh teller terlibat secara administratif. Tapi belum satupun yang disebut tersangka. Nama-nama mereka hanya disebut sebagai “yang bertugas saat kejadian”.


Judol, Candu yang Miliaran

Yang paling tragis bukan sekadar besarnya uang. Tapi tempat uang itu berakhir: server-server asing tanpa identitas, tempat para penjudi menekan tombol dan berharap hoki.

Tak ada investasi. Tak ada tas mewah. Tak ada rumah mewah. Yang tersisa di rekening Regina saat ditangkap: Rp 80.000. Itu harga makan siang, bukan modal judi.

Ketika penyidik bertanya, "Uangnya ke mana?"

Ia hanya jawab: "Habis buat judi online."


Regina dan Indonesia yang Candu

Kasus Regina bukan pertama. Sebulan sebelumnya, di Cirebon, marketing bank bobol dana nasabah juga buat judol. Di Jakarta, teller BUMN juga terlibat.

Indonesia hari ini bukan cuma darurat korupsi. Tapi darurat judi online yang menyaru dalam wajah gawai, bonus cashback, dan iming-iming menang besar dalam 3 menit.

Regina adalah gejala dari penyakit yang lebih dalam. Ia hanya titik kecil di ujung rangkaian panjang yang menjerat: tekanan hidup, kesenjangan digital, sistem pengawasan bank yang lemah, dan kecanduan instan.


Layar Masih Menyala

Regina masih duduk sendiri. Polisi keluar masuk. Kadang mengajukan pertanyaan, kadang hanya diam. Tapi layar komputer di ruang itu tetap menyala.

Rp 7.177.022.555. Merah menyala.

Angka itu bukan cuma kerugian. Itu adalah harga dari satu kepercayaan yang dikhianati.

Dan Indonesia belum selesai membayarnya.


[mp]


Regina dan Angka Merah 7,1 Milyar Itu (Kisah Nyata Menguras Rekening 24 Guru PPPK untuk Judi Online)



Posting Komentar

0 Komentar