A+

6/recent/ticker-posts

Direktur Utama BTN, Kodradi


Perlu Kerja Keras Mengubah Citra BTN

Memimpin sebuah perusahaan tak cukup hanya mengandalkan kepintaran semata. Ada modal lain yang justru paling penting yakni kejujuran, keikhlasan, keseriusan dan komitmen. Aspek itu yang betul-betul diperhatikan oleh Kodradi ketika dipercaya memimpin PT Bank Tabungan Negara (BTN) sejak tahun 2000 silam.

"Dalam sebuah survai tentang kepemimpinan (leadership), pintar itu jatuh di nomor tiga. Sedangkan, nomor satu adalah kejujuran dan keikhlasan. Kedua, keseriusan dan komitmen. Setelah itu baru kecerdasan,” ujar Kodradi.

Dengan modal tersebut, Kodradi menyatakan siap membawa BTN melewati masa restrukturisasi menjadi bank umum bersaing dengan bank-bank lain. Karena itu, hal pertama yang dibenahinya waktu itu adalah membenahi kualitas sumber daya manusia di BTN. Seiring dengan itu, visi dan misi baru perusahaan juga dibuat untuk menyelamatkan BTN yang ketika itu nasibnya terancam

Pasca restrukturisasi, BTN sebetulnya hampir sama dengan bank-bank umum lainnya. Hanya saja BTN fokus bisnisnya lebih pada pinjaman tanpa subsidi untuk pendanaan perumahan dan industri yang terkait dengan pembangunan perumahan. Tak berlebihan jika bank ini bertekad menjadi bank terkemuka dan menguntungkan dalam pembiayaan perumahan.

BTN secara perlahan kini tengah berubah dan berganti paradigma, termasuk citra (image) orang yang tidak mengenal BTN, bahwa BTN identik dengan rumah, padahal seperti lazimnya bank umum lain, BTN juga melakukan pelayanan transaksi komersial lain, tabungan, giro maupun deposito.

“Orang yang tidak mengenal, BTN itu (identik) dengan rumah. Kalau ada yang bertanya tinggal dimana? Kompleks BTN, konotasinya selalu kecil, kumuh. Padahal BTN juga bisa memberikan kredit sampai Rp 1 miliar dengan uang muka 20 persen. Bahkan untuk ruko bisa sampai Rp 2 miliar. Jadi BTN sekarang memang lagi belajar menjadi bank,” tutur Kodradi.

Bukan pekerjaan gampang baginya untuk melakukan perubahan di BTN hingga menjadi BTN seperti sekarang ini. Dulu ketika Kodradi masuk ke bank ini, kondisi BTN masih jauh ketinggalan dengan bank-bank lain. Sekarang, dia boleh tersenyum lega, BTN kini tidak kalah bersaing dengan bank umum lain.

“Bayangkan dulu saya masuk ke BTN, ibarat punya mobil Kijang, itu kijang kotak. Jadi sudah ketinggalan beberapa tahun dibanding yang lain. Sekarang ini mau ganti Mercy,” kata Kodradi mengibaratkan.

Bank Keluarga Berbasis Rumah

Meskipun sudah banyak berubah, tetapi Kodradi masih menyimpan obsesi terhadap BTN. Dia bertekad menjadikan BTN sebagai bank keluarga berbasis rumah yang sehat dan solid. Artinya, segala keperluan keluarga mulai dari perumahan, tabungan keluarga, tabungan pendidikan dan yang lain, bisa langsung dilayani BTN.

Dalam jangka panjang, bahkan tidak tertutup kemungkinan menjadikan BTN sebagai National Housing Bank, seperti halnya di Thailand. Untuk tujuan ini memang diperlukan infrastruktur yang kuat seperti pendanaan jangka panjang. “Saya ingin menjadikan BTN sebagai bank keluarga berbasis rumah yang sehat dan solid. Jadi bagi mereka yang belum punya rumah, dapat Kredit Kepemilikan Rumah (KPR). Sementara yang punya rumah, untuk kebutuhan lain seperti pendidikan ada tabungan tabungan sekolah bekerjasama dengan asuransi, dan pelayanan yang lain,” ujarnya.

Transformasi BTN menjadi bank umum memang masih menyimpan problematik, karena dana pada bank umum seperti deposito, giro dan tabungan, notebene jangkanya pendek, sementara BTN harus memberikan jangka waktu yang panjang antara 5 sampai 20 tahun yang sudah tentu biayanya mahal.

“Makanya yang namanya maturity mismatch sampai kiamat pun tidak bisa diatasi. Di samping itu, marginnya juga kecil, karena dana jangka panjang dimanapun selalu lebih mahal,” imbuhnya.

KPR

Dengan jumlah penduduk yang di atas 200 juta, kebutuhan rumah di Indonesia sangat besar yakni sekitar 5 juta unit per tahun. Pembiayaan merupakan faktor yang sangat penting dalam penyelenggaraan pengadaan perumahan bagi masyarakat. Pembiayaan perumahan meliputi pembiayaan pembangunan perumahan dan penyediaan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) bagi calon konsumen, serta pembiayaan bagi industri pendukung dan ikutannya.

BTN yang selama ini dikenal sebagai bank dengan mayoritas kreditnya di bidang perumahan berperan secara aktif dalam pembiayaan perumahan baik melalui KPR maupun kredit konstruksi yang diberikan. Mulai tahun 2002 BTN juga menyediakan kredit bagi perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam industri pendukung dan ikutannya.

Sejak tahun 1974, BTN teLah ditunjuk pemerintah untuk membantu masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah dalam menyalurkan KPR bersubsidi. Melalui program KPR bersubsidi tersebut banyak masyarakat yang telah dibantu untuk memiliki rumah. Sejak tahun 1976 sampai Desember 2002, KPR bersubsidi yang telah disalurkan oleh BTN sudah mencapai 1,63 juta unit dengan nilai Rp 10,912 triliun.

Di samping KPR subsidi, BTN juga memberikan kredit perumahan lainnya, antara lain KPR Griya Utama, KP Ruko, Swa Griya, Griya Sembada dan kredit konstruksi. Dari tahun 1990 sampai Desember 2002, khususnya kredit untuk perumahan selain yang dengan KPR subsidi, yang berhasil disalurkan BTN sebanyak 398 ribu debitur dengan nilai Rp 14,198 triliun.

Dalam perkembangan untuk kebutuhan restrukturisasi, berdasarkan hasil studi independen oleh PriceWaterhouseCoopers (PWC), pemerintah melalui surat Menteri BUMN No S-554/M-MBU/2002 tanggal 21 Agustus 2002 telah menetapkan langkah strategis untuk BTN, dengan melakukan restrukturisasi perusahaan menyeluruh sehingga BTN layak menjadi bank umum dengan fokus pinjaman tanpa subsidi untuk perumahan.

Tetapi hal ini tidak berarti BTN tidak menyalurkan KPR bersubsidi lagi, karena BTN tetap konsisten untuk mendukung program tersebut sesuai dengan salah satu misi BTN yaitu ikut mendukung program pembangunan nasional.

"Kita tetap komitmen membantu rakyat kecil, tetapi kita melakukan restrukturisasi bisnis. Kalau dulu KPR subsidi yang utama sekitar 75 persen, sekarang dibalik KPR non subsidi yang utama, porsinya 75 persen, sedangkan KPR subsidi 25 persen," kata Kodradi.

Pada tahun 2003, semula BTN akan menyalurkan kredit sebesar Rp 4,05 triliun, yang diantaranya untuk KPR bersubsidi, tetapi dalam perkembangannya dilakukan revisi dan diturunkan menjadi Rp 2,14 triliun dengan jumlah debitor 52.774. Penurunan proyeksi kredit ini karena BTN tengah menjalani restrukturisasi sehingga kalau dilakukan ekspansi yang besar dikhawatirkan akan mempengaruhi likuiditas BTN.

"Tahun 2003 saya mau ambil Rp 4,05 triliun untuk kredit, tetapi oleh pemegang saham itu diralat, karena BTN harus melakukan restrukturisasi. Tidak bisa sambil restrukturisasi terus mau ekspansi, nanti risiko bagaimana? Jadi logis juga," jelasnya.

Menghadapi persaingan dengan bank-bank lain yang juga mempunyai program KPR, Kodradi mengatakan, tidak terlampau risau. Pasalnya BTN sebagai pemain lama dalam bisnis ini sudah memiliki pasar tersendiri.

"Saya punya langganan sendiri, punya pasar sendiri. Mungkin bank-bank lain untuk kredit Rp 100 juta ke bawah tidak melayani, kalau BTN masih melayani," ujarnya.

Dengan kata lain, keikutsertaan bank-bank lain dalam program KPR makin menjadi alternatif pendanaan murah untuk perumahan bagi masyarakat. Tidak seperti selama ini semua dibebankan ke BTN, padahal kemampuan BTN ternbatas. Persaingan itu malah ada bagusnya untuk kepentingan konsumen.

"Karena itu kita senang, di luar BTN itu ada 20 bank yang ikut menandatangani MoU untuk juga mendukung KPR. Justru saya bersyukur, karena market space-nya masih luas. Kalau tidak salah ada 5 juta unit rumah yang mestinya dibangun dalam satu tahun," Kodradi menambahkan.

Kinerja

Mengenai kinerja BTN, sejauh ini menunjukkan perkembangan menggembirakan. Proses restrukturisasi yang sudah dijalankan menjadi kunci meningkatnya kinerja BTN. Hingga Maret 2003 rasio kecukupan modal (CAR) BTN sudah mencapai 14,52 persen, meningkat dibanding Desember 2002 yang mencapai 11,39 persen.

Loan to Deposit Ratio (LDR) juga terus menunjukkan peningkatan. Kalau pada tahun 2002 LDR BTN mencapai 51,31 persen, pada Maret 2003 sudah meningkat menjadi 54,33 persen. Rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) juga sudah dibawah ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia (BI). NPL Gross pada Maret 2003 tercatat 4,39 persen.

BTN hingga Maret 2003 juga telah membukukan laba di luar pajak sebesar Rp 99 miliar. Pada tahun 2002 lalu, laba di luar pajak yang diperoleh BTN mencapai Rp 303 miliar. Sementara total dana pihak ketiga yang dihimpun hingga Maret 2003 mencapai Rp 19,49 triliun.

BTN saat ini juga memiliki kantor cabang sebanyak 42 dengan kantor cabang pembantu 40 kantor dan kantor kas sebanyak 96. BTN juga dilengkapi Anjungan Tunai Mandiri (ATM) sebanyak 93 buah. (SH-KH)

Posting Komentar

0 Komentar