A+

6/recent/ticker-posts

Moratorium Picu Keresahan Industri, 450 Ribu Pekerja Terancam PHK

”Moratorium (pemanfaatan hutan) berdampak serius terhadap industri CPO, kertas dan bubur kertas, serta industri sektor kehutanan. Pemerintahan sekarang sangat tidak jelas dalam menjaga iklim investasi. Investor menjadi bingung karena perizinan yang telah diberikan pemerintah akan ditinjau kembali.” -Sofjan Wanandi, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia menanggapi moratorium Norwegia tentang penghentian sementara penerbitan ijin konversi lahan hutan gambut dan hutan alam.

Kalangan pengusaha resah dan menagih komitmen pemerintah lindungi dunia usaha dalam menjalankan perjanjian kehutanan dengan negara lain. Keresahan dipicu niat pemerintah mengkaji ulang izin semua usaha kehutanan dan perkebunan yang telah ada, terkait dengan penerapan moratorium konversi hutan alam dan lahan gambut.

Saat ini, Dewan Pertimbangan Presiden sedang siapkan peraturan tentang moratorium konversi hutan alam dan pemanfaatan lahan gambut dengan mencantumkan klausul peninjauan ulang izin usaha yang sudah ada di lahan gambut.

Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia, Fadhil Hasan, meminta pemerintah menyadari dampak pertumbuhan perkebunan kelapa sawit seluas 300.000 hektar per tahun bagi perekonomian nasional yang mampu penciptaan lapangan kerja. Selain itu, ekspor minyak kelapa sawit mentah mampu menyumbang 10 miliar dollar AS tahun 2009.

Kesepakatan yang disetujui Pemerintah Indonesia melalui moratorium Norwegia mengenai penghentian sementara penerbitan ijin konversi lahan hutan gambut dan hutan alam, dapat memicu pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran di industri kelapa sawit.

Saat ini sekitar 42 persen dari total 7,5 juta hektar area perkebunan sawit merupakan milik petani kecil, 52 persen milik swasta dan sisanya milik BUMN. Total pekerjanya mencapai 4,5 juta orang. Dengan demikian nasib sekitar 10 persen atau 450 ribu tenaga kerja industri sawit terancam.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Greenomics Indonesia Elfian Effendi mengatakan, terdapat perbedaan data hutan primer dan sekunder antara Kementerian Kehutanan dengan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH).

Kemhut telah alokasikan 1,05 juta hektar hutan primer dan 6,03 juta hektar hutan sekunder untuk pembangunan di luar sektor kehutanan. Sementara menurut KLH, ada 2,7 juta hektar hutan primer dan 4,32 juta hutan sekunder.

Terkait keresahan industri sawit ini, berbagai pihak terkait hari ini, selasa [3/8] juga sedang melakukan pertemuan di Jambi. Hadir dalam pertemuan tersebut antara lain dari Komisi VI DPR-RI, Komisaris dan Direksi PTPN serta dari PT Rajawali Nusantara Indonesia [RNI] Persero.

"Semoga menghasilkan yang bermanfaat bagi kinerja BUMN dan pemahaman yang konstruktif bagi para anggota DPR-RI." Demikian ditulis via Status Facebook Ismed Hasan Putro, Komisaris PT RNI yang juga Komisaris Utama PT. Sawit Indomakmur.

Posting Komentar

0 Komentar