A+

6/recent/ticker-posts

KPK Borneo Merentang Spirit Kalimantan

Kegairahan seni rupa Kalimantan sudah dimulai dan akan terus berlanjut mencapai eksistensinya. Baik di tingkat regional, nasional maupun internasional.

Para perupa (pelukis) yang tergabung dalam Komunitas Perupa Kalimantan (KPK) BORNEO akan menggelar karya-karya lukis selama 6 hari, mulai 7 hingga 12 Desember 2010 di anjungan Kalimantan Barat, Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta. Rencananya pagelaran pameran seni rupa ini akan dibuka oleh Bupati Tanah Bumbu, Mardani H. Maming.

Pameran ini merupakan agenda pameran tahunan dari KPK Borneo, dimana anggotanya mencakup perupa-perupa 4 provinsi se-Kalimantan, yakni Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah.

Ketua Umum KPK Borneo, M. Husni Thambrin mengungkapkan, terbentuknya KPK Borneo atas dasar suatu semangat kebersamaan, semangat toleran yang mengacu kepada sikap empati yang tinggi, baik kepada sesama warga Kalimantan ataupun masyarakat Indonesia dan dunia, yang akhirnya meluaskan rasa kepedulian terhadap sesama manusia, pada lingkungan dan alam.

Para perupa Borneo yang bercita-cita membangun pulau Kalimantan dalam melestarikan dan mengembangkan Seni Budaya Kalimantan, yang sesuai denga tata nilai dan visi misi masing-masing wilayah atau provinsi yang a da di Kalimantan, agar bisa bersaing dan sejajar dengan daerah-daerah lain, baik di tingkat nasional maupun internasional.

Tak kurang dari 40 hasil karya seni rupa akan ditampilkan dalam rangka menyambut tahun baru Islam 1 Muharam 1432 Hijriyah, dengan tema ‘Merentang Spirit Kalimantan’. Dimana para perupa merasakan kegundahan warga masyarakat Kalimantan yang merasa terpinggirkan, dengan banyaknya hasil sumber daya alamnya yang diambil oleh kaum berduit.

Sejumlah karya yang ditampilkan menggambarkan semangat warga Kalimantan yang masih tetap ada dan terus tumbuh. Hal ini bisa dilihat dari salah satu hasil karya Husni dengan kapal motor air atau yang populer di kenal ‘Klotok’ dengan judul ‘Asa yang Tersisa’. “Ini artinya, bahwa semangat orang Kalimantan itu masih tetap ada, dan tidak akan pernah pudar, sekalipun hasil alamnya banyak dikeruk oleh orang luar,” kritik Husni.

Memang, kini hutan Kalimantan sudah gundul, dengan tingkat kerusakan yang paling parah kisaran 90 persen alam Kalimantan rusak. Banyak pohon yang di tebang oleh investor, hasil bumi yang di gali, seperti yang ramai saat ini penggalian besar-besaran batu bara. Dimana sebetulnya warga masyarakat tidak pernah men ikmati hasilnya, dan warga tetap saja miskin.

Hal ini dibenarkan oleh Dewan Pembina KPK Borneo, H. Mawardi menyatakan, dewasa ini banyak kekayaan alam Kalimantan yang sudah tergerus, namun dampak terhadap kesejahteraan masyarakat tidak ada. “Coba lihat dari pengerukan batu bara, dimana pekerjanya banyak di datangkan dari luar pulau Kalimantan, alat transportasi juga didatangkan dari luar termasuk operatornya. Nah, untuk warga itu paling-paling pekerja kasar, dan hanya menjadi penonton di kampungnya sendiri” katanya.

Tentu, sebagai putera Kalimantan kami merasa sedih,tambah Mawardi dimana hasil kekayaan alam kami yang diambil tanpa mempedulikan dampak lingkungan sekitar, dimana banyak pohon kayu yang ditebang dan tidak ada penanaman kembali.

Maraknya penggalian batu bara yang diberikan iin oleh pejabat dengan tidak memerhatikan dampak ingkungan jangka panjan g. “Dengan penggalian batu bara itu dampaknya luar biasa hebat, dimana selain kerusakan hutan, juga menimbulkan banjir dimana-mana. Karena tidak ada penahan air lagi,” tambah Husni.

Selain itu, dampak lingkungan yang diakibatkan oleh penggalian batu bara, pada saat dalam perjalanan dari tambang menuju pelabuhan, banyak debu beterbangan mengakibatkan menimbulkan berbagai macam penyakit, memang saat ini belum terasa, tapi dalam beberapa dan mungkin puluhan tahun itu akan muncul penyakit akibat debu ari batu bara tersebut.

Untuk itulah, para perupa merasa gundah dan melukiskan dalam suatu karya, bahwa kini saatnya melawan dan melestarikan adat budaya asli Kalimtantan harus dipertahankan agar jangan sampai punah oleh ketiadaan alam yang dirusak oleh para investor untuk kepentingan bisnisnya, dan juga para pejabat yang memberikan ijin dengan tidak memedulikan lingkungan dan adat istiadat yang terpinggirkan. * (Syam/MP)

Posting Komentar

0 Komentar