A+

6/recent/ticker-posts

Ormas Oi Jabar : Masih Kompleksnya Permasalahan Petani di Wilayah Setu, Kabupaten Bekasi




A+ | Bekasi - Pendampingan masyarakat akar rumput dengan pendekatan sosial dan kultural, ormas Oi menemukan berbagai permasalahan terkait pertanian khususnya di wilayah Kecamatan Setu, Kab Bekasi. Minggu, 10 Maret 2024.

Ketua ormas Oi Jawa Barat, Dego Bongkar dan tim dalam melakukan pendampingan pertanian & lingkungan hidup berbasis akar rumput banyak menemukan banyak permasalan.

Saat dikonfirmasi awak media, Dego Bongkar menyampaikan, pertanian diwilayah Kecamatan Setu banyak yang tidak tergali secara optimal.

"Potensi wilayah Kab. Bekasi khususnya Kecamatan Setu seperti hasil bumi, dan kreatifitas masyarakat lokal itu yang menjadi sorotan," ujarnya.

"Hasil bumi yang ada di wilayah Kec. Setu seperti rempah-rempah (sereh, lengkuas, kencur dll), buah-buahan musiman (rambutan & kecapi) dan juga pisang, daun salam, melinjo, singkong hingga tanaman padi tersebut belum juga menjadi komoditi primadona yang nyata di wilayah yang terkenal subur itu," tegasnya.

Menurut pantauan kami, lanjutnya, petani lokal di Setu mayoritas masih konvensional dan bahkan nyaris tidak ada modernisasi dan regenerasi. Rata-rata petani lokal sudah lanjut dari usia produktif. 

Dikesempatan yang sama, Emid (55) salah satu petani lokal menerangkan, dia khawatir masa depan anak-anaknya jika meneruskan menjadi petani seperti dirinya. 

"Saya sebagai petani sangat khawatir akan masa depan anak-anak jika mereka meneruskan pekerjaan saya sebagai petani," tutur petani yang pernah menjadi juara klompencapir dimasa orde baru.

Lebih lanjut, ia mengatakan, petani saat ini sering gagal panen, harga jual tak menentu serta harga pupuk tinggi dan sulit didapat, itu menjadi kekhawatiran masa depan usaha pertanian diwilayah kami.

Hal senada diungkapkan Danton (50) petani padi dilahan garapan, ia juga mengeluhkan harga pupuk yang tinggi dan sulit sekali memperoleh pupuk untuk tanaman padinya.

Kembali Dego mengatakan, dengan kurang tertariknya akan dunia pertanian dan minimnya perhatian serta regenerasi, maka konsep-konsep pertanian berkelanjutan dan ketahanan pangan yang sedang disosialisasikan Pemerintah Pusat saat ini akan sulit teraplikasi. Ini beresiko bagi survivenya ketahanan pangan wilayah jika terus dibiarkan.

"Seperti konsep Pertanian berkelanjutan (Sustainable Agriculture) yang merupakan implementasi dari konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development) pada sektor pertanian masih sangat asing di telinga para petani," terangnya.

Masih ucapnya, konsep pertanian berkelanjutan yang bertumpu pada tiga pilar yaitu ekonomi, sosial, dan ekologi ini seolah tabu bagi para petani lokal. 

"Padahal konsep ini sudah di aplikasikan sejak jaman nenek moyang kita dahulu karena pola tersebut sesuai dengan kultur budaya kearifan lokal, ramah lingkungan dan efisien," tambahnya.

"Yang kita lihat saat ini, justru petani lokal seperti kehilangan induknya. Ketergantungan pupuk kimia, obat-obatan kimia yang semakin lama semakin mahal dan langka terus terjadi tanpa ada pendekatan solutif," papar Dego.

Selain itu, sambungnya menjelaskan, hasil dari petani lokal dilepas begitu saja di pasar. Dipermainkan harganya oleh para tengkulak, sering terjun bebas dan akhirnya mereka putus asa. 

"Fenomena lahan-lahan pertanian dijual ke pengembang kawasan perumahan dan industri menjadi hal jamak yang akhirnya terus dilakukan oleh para petani desa," paparnya.

"Melihat hal tersebut kami dari gerakan advokasi petani Marjinal Ormas Oi mengharapkan kepada Pemerintah pusat, daerah hingga ke pemerintah desa adanya bimbingan yang intens dan langsung screening di lapangan," katanya.

"Dengan program tepat sasaran ke petani sampai ke pelosok desa dan terpantau, menjadikan petani bukan hanya menjadi obyek serapan anggaran," jelasnya.

"Program tersebut seharusnya bisa merubah status sosial dan ekonomi mereka kelak dikemudian hari. Petani pedesaan adalah pilar utama ketahanan pangan lokal sehingga mereka wajib diperjuangkan supaya dapat memperbaiki tatanan kehidupan dan kemandirian di lingkungan," imbuhnya.

Oleh sebab itu, Dego menegaskan, kami menekankan disini bahwa Pemerintah harus lebih concern dan peduli petani lokal akar rumput. Monitoring secara independen langsung ke stakeholder yang membawahi bidang pertanian dan ketahanan pangan harus terus dilakukan. Hal tersebut bertujuan agar tidak ada penyelewengan anggaran program serta terjadinya penelantaran para petani lokal. 

"Petani di desa-desa saat ini tidak butuh ceremonial, publikasi dan retorika yang terus saja berulang-ulang namun setelah itu ditinggal. Mereka butuh diperhatikan, didampingi dilapangan, dibantu program yang tepat sasaran dan dimudahkan permodalan guna peningkatan hasil pertanian dan perbaikan ekonominya, juga bisa survive untuk bersaing dalam peradaban kemajuan jaman," pungkasnya.

(Red)

Posting Komentar

0 Komentar