Oleh : Miftah Zubir
Programme Director SWARA ANAK, Mahasiswa S2 Universitas Pertahanan Indonesia
Programme Director SWARA ANAK, Mahasiswa S2 Universitas Pertahanan Indonesia
Solo, sebuah kota kecil dengan potensi besar, yang kerap kita dengar dengan slogan The Spirit of Java, punya daya tarik yang kuat, setidaknya buat saya yang ‘setengah’ Jawa. Tiap ada kegiatan di Solo, selalu membuat spirit saya berdetak lebih kuat, selain bisa sekalian nyekar ke makam-makam leluhur ibu saya.
Suatu hari, saya dan kru ke Solo dalam rangka membuat episode dan Iklan Layanan Masyarakat tentang Akta Kelahiran Gratis, untuk program Swara Anak – Edutainment Television Program, bekerjasama dengan Pemerintah Kota Solo, dan Jokowi sebagai bintang iklannya.
Suatu hari, saya dan kru ke Solo dalam rangka membuat episode dan Iklan Layanan Masyarakat tentang Akta Kelahiran Gratis, untuk program Swara Anak – Edutainment Television Program, bekerjasama dengan Pemerintah Kota Solo, dan Jokowi sebagai bintang iklannya.
Pada hari H, pagi sekali saya dan kru telah berada di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surakarta/Solo, sebagai lokasi shooting. Kami diterima dengan ramah oleh Kepala Dinas dan jajarannya. Selanjutnya, dalam melakukan persiapan shooting, kami didampingi oleh dua orang staf Humas.
Saya perhatikan, tidak ada aktivitas khusus untuk menyambut kedatangan Walikota yang akan hadir sebagai ‘bintang iklan’, selain tentunya sebagai orang nomor satu di kota itu. Semua berjalan biasa, apa adanya. Bahkan saya terkejut, ketika diberitahu bahwa pak Wali sudah berada di ruang pelayanan umum.
Saya pun menghampiri pak Wali yang sedang bercengkerama dengan masyarakat di ruang tunggu pelayanan umum. Saya lalu memberi pengarahan sebelum pengambilan gambar dimulai, dan menyarankan agar pak Wali berkenan memakai jas. Pak Wali pun ‘nurut’ dan menyimak dengan baik panduan skenario yang diberikan sutradara.
Saya perhatikan juga, selama proses shooting, semua staf Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Solo tetap bekerja seperti biasa. Bahkan Kepala Dinasnya pun kembali bekerja di ruang kerjanya setelah menyambut Walikota, sebelum ‘menyerahkan’ ke staf Humas. Kepala Dinas baru keluar lagi dari ruang kerjanya saat kami minta untuk turut dalam pengambilan gambar akhir/ending, dan mengantar pak Wali saat meninggalkan kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil.
Perhatian saya yang lain adalah, kedatangan walikota Solo ini tidak seperti bayangan saya, bagaimana lazimnya tiap kepergian orang nomor satu selalu diikuti oleh para pengawal, dan sederet urusan protokoler lainnya. Walikota ini datang dengan hanya satu mobil sedan, seorang pengemudi dan satu orang, entah pengawal entah staf. Mungkin sama seperti saya, masyarakat yang sedang berada di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil itu pun tak menyadari kehadiran sang walikota. Karena memang tidak ada hiruk pikuk penyambutan orang nomor satu di sebuah kota.
Ketika hendak kembali ke Jakarta, saat sedang menunggu di bandara Adi Sumarmo, saya terkejut melihat pak Wali datang dengan seseorang (pria), mungkin staf, ajudan atau keponakannya. Sengaja saya tidak menghampir, karena saya bisa leluasa mengamati gerak gerik sang walikota dari balik Koran.
Saya tercenung melihat bagaimana bersahajanya walikota ini. Ia bercengkerama akrab dengan warga yang menyapanya. Warga pun tampak hormat yang tidak berlebihan. Saya terus mengintip gerak gerik walikota ‘nyentrik’ ini dari balik koran. Dan terkejut lagi saat memasuki pesawat (kebetulan pula saya satu pesawat dengannya), ternyata sang walikota pun duduk di kelas ekonomi.
Rasa penasaran pada walikota nyentrik ini membuat saya terus mengikutinya dengan ekor mata saya, hingga di bandara Soekarno Hatta. Ia juga turut mengantri di conveyor belt untuk mengambil bagasi, lalu hilang dari pandangan saya, ditelan riuhnya Jakarta. Sosok itu kini sangat beken dengan panggilan merakyat, Jokowi…
0 Komentar