Header Ads Widget

Header Ads

A+

6/recent/ticker-posts

Terowongan yang (Sebentar Lagi) Tak Gelap

Atas: Gubernur DK Jakarta dan Walikota Bekasi.
Bawah: Bersama Walikota Jakarta Timur dan jajaran di depan terowongan UKI. (foto:kolase dokpri)

Laporan dari JPO Cawang Center, antara TransJakarta, UMKM, dan wajah Kota yang Baru

Ia datang pagi-pagi.
Pukul 08.30 tepat. Dengan pengawalan secukupnya. Langkahnya cepat, tak banyak basa-basi.

Pramono Anung, Gubernur Daerah Khusus Jakarta, di depan terowongan UKI langsung disambut Wali Kota Jakarta Timur Munjirin, yang belum genap sepekan menjabat, usai sebelumnya menjabat di Jakarta Selatan. Forkopimkot lengkap. Dari Polres, Kodim, hingga Camat Makasar dan Kramat Jati hadir, beserta jajaran lurah, kasi, dan Satpol PP.

Tujuannya satu: meninjau halte TransJakarta Sentral Cawang yang dulunya bernama Halte UKI. Sekaligus meresmikan jalur baru Vida Bantargebang -- Cawang yang menghubungkan dua kota besar: Jakarta dan Bekasi.

"Ini bukan cuma rute," kata Pramono.
"Ini jembatan harapan. Bekasi ke Jakarta kini satu tarikan nafas. Tanpa macet. Tanpa bensin. Lebih hemat, lebih sehat."

Ia tidak bicara panjang. Tapi satu kalimatnya cukup mematri arah pembangunan ibu kota yang baru:

"Kota ini tidak dibangun hanya untuk mereka yang naik mobil."

Dari Terowongan Gelap ke Terowongan Harapan

Tidak jauh dari halte ber-AC itu, ada yang lebih penting dari beton dan pendingin udara. Ada 41 pedagang kecil yang selama ini nyaris tak terdengar. Mereka bukan preman. Bukan penyusup. Tapi warga kota yang bertahan hidup di bawah terowongan, masih di area JPO Sentral Cawang, dulunya dikenal sebagai terowongan UKI.

Ada warteg kecil. Lapak pulsa. Tukang vermak jeans. Dan penjual buah yang sabar, Ibu Siti Cholikah, usia 78 tahun. Beberapa dari mereka sudah ada sejak 2013, bahkan sebelumnya.

Hari itu, Kamis 15 Mei 2025, mereka dicatat oleh FKDM. Bukan untuk digusur, tapi untuk diakui.
Ada clipboard, bukan pentungan.
Ada bolpoin, bukan backhoe.

Kasipem hadir. FKDM hadir. Satpol PP hadir. Babinsa, Babinpotdirga, Babinkamtibmas semua hadir. Tapi kali ini, mereka hadir untuk mendengar.

Surat resmi dari Wali Kota Jakarta Timur telah keluar:
Keputusan Nomor e-0027/2023 tentang lokasi sementara UMKM sebagai binaan.

Unsur tiga pilar Kelurahan Kebon Pala sedang melakukan pendataan pedagang di terowongan UKI, area JPO Sentral Cawang. (Foto: kolase FKDM)

Kota yang Tidak Gagap terhadap Warganya Sendiri

Jarang sekali negara hadir tepat waktu.
Seringkali halte dibangun mewah, tapi warung kopi digusur semena-mena.

Namun di Cawang UKI kali ini berbeda. Halte dibangun, pedagang tak digusur. Mereka malah akan ditata dan dibina.

"Warga kecil itu bukan beban. Mereka justru jantung kota ini," ujar Gubernur Pramono dari trotoar, bukan podium.

Yang mendengar bukan wartawan. Tapi para pedagang yang sudah bertahan puluhan tahun di bawah bayang-bayang pembangunan. Beberapa terharu, termasuk saya. Mungkin karena  baper (terbawa perasaan), merasa dihitung.

Dari Kopi, Vermak Levis, sampai Masa Depan Kota

Lapak-lapak kecil, ada yang berukuran 3x2 meter atau lebih kecil lagi, itu menyimpan harapan. Dari sanalah anak-anak disekolahkan. Ada Suryadi, penjual kopi. Wahyudi, tukang vermak Levis. Pahudi, pedagang buah. Ahmad Arif, penjual pulsa. Tonny Loris, pemilik lapak sembako. Dan lainnya.

Kini mereka punya nama. Terdata. Punya KTP UMKM. Masuk dalam daftar binaan yang kelak akan ditata. Bukan sekadar proyek fisik, ini proyek peradaban kota.

TransJakarta, Jalan Kaki, dan Rasa Milik

Rute baru TransJakarta Vida Bantargebang -- UKI Cawang bukan sekadar trayek bus. Tapi simbol konektivitas dan inklusi.

Dengan tarif diskon Rp 2.500 saat jam sibuk dan Rp 3.500 di luar jam sibuk, warga Bekasi kini bisa pergi-pulang Jakarta tanpa bawa motor.

Mereka bisa turun di UKI, lanjut ke LRT, atau sekadar sarapan nasi padang di lapak Munjayanah. Trotoar disiapkan. Penunjuk arah dibangun. Halte dibuat ramah kaki.

Gubernur DK Jakarta dan Wali Kota Bekasi memberikan pernyataan pers bersama, di halte Sentral Cawang. (foto: dokpim Kota Bekasi)

Apresiasi dari Kota Sebelah

Wali Kota Bekasi, Tri Adhianto, hadir menjajal langsung rute baru bersama Wakil Wali Kota Abdul Harris Bobihoe dan warga.

"Kami pemerintah Kota Bekasi sangat mengapresiasi rute ini. Ini kolaborasi untuk memecah kemacetan. Dan tadi Pak Gub menyampaikan, ada 15 golongan masyarakat yang digratiskan," ujar Tri Adhianto.

Ia menambahkan, rute ini akan mengurangi beban biaya transportasi masyarakat Kota Bekasi.

"Ini bagian dari pengembangan rute sebelumnya, mulai Sumarecon dan kini terintegrasi dengan LRT dan rest area. Ini akan menjadikan transportasi kita lebih manusiawi," lanjutnya.

Wakil Wali Kota Bekasi Abdul Harris Bobihoe menambahkan:

"Masyarakat Bekasi kini menikmati moda transportasi modern, ramah lingkungan, dan terjangkau. Ini efisien dan nyaman."

Rute ini membentang 42 Km, dengan 5 titik pemberhentian:
4 titik di Kota Bekasi dan 1 titik di Jakarta. Armada melintas setiap 10 menit saat jam sibuk dan 20 menit saat jam normal.


"Pak, Ini Untuk Apa?"

Seorang pedagang bertanya saat didata FKDM Kebon Pala, sore.

"Dicatat, supaya tidak dianggap liar. Ini ada surat edaran Wali Kota," jawab petugas FKDM.

Mungkin dari dialog kecil seperti itulah harapan tumbuh.
Karena kalau negara mulai mencatat rakyat kecilnya, itu pertanda arah kota sedang berubah.

Dari kota yang dulunya hanya dibangun untuk investor, kini mulai dibangun juga termasuk untuk penjual gorengan.


Penutup

Di bawah terowongan UKI, JPO Sentral Cawang, yang dulu gelap dan terabaikan, kini tumbuh harapan akan wajah baru kota.
Bukan dengan menutup lapak, tapi dengan menata.
Bukan dengan penggusuran, tapi dengan pengakuan.

Mungkin ini babak kecil dari sejarah kota besar yang sedang belajar lebih adil.
Kota yang tak cuma bagus di maket, tapi juga terasa adil di kaki lima.



Jakarta-Bekasi, 15 Mei 2025
Mahar Prastowo
Kolumnis & Jurnalis Kota



Feature ini juga telah tayang di SINI

Posting Komentar

0 Komentar