(Masih) Soal Revisi UU TNI: Jabatan dan Pekerjaan Itu Hak, Bukan Wewenang
Oleh: Mahar Prastowo
Dipublikasikan di www.maharprastowo.com | Kategori: Opini / Kesangatan
Mengapa harus diundangkan untuk bisa bekerja? Pertanyaan itu sederhana, tapi jawabannya menyentuh akar dari cara kita memahami kekuasaan, hukum, dan keadilan.
Masih soal Revisi UU TNI. Pemerintah dan DPR membahas peluang perwira aktif menempati jabatan sipil melalui perubahan undang-undang. Tapi pertanyaannya: mengapa hak untuk bekerja harus diatur sebagai pengecualian dalam hukum?
Bukankah pekerjaan dan jabatan adalah hak setiap warga negara yang kompeten, bukan wewenang yang perlu “diberikan” oleh kekuasaan?
Jabatan Bukan Hadiah
Ketika jabatan dipandang sebagai wewenang, maka ia menjadi milik yang berkuasa. Ia bisa diberikan, dibatasi, atau bahkan dijadikan alat politik. Sementara jika dipahami sebagai hak, maka siapapun yang profesional dan memenuhi syarat bisa mengaksesnya—lewat mekanisme yang adil.
Maka, saat kita bicara tentang perwira aktif TNI yang hendak masuk ke jabatan sipil, semestinya logikanya bukan: “bagaimana mengizinkan mereka”, tetapi “apakah mereka bisa bersaing secara merit?”
Bahaya Bila Jabatan Dianggap Wewenang
- Ia bisa diwariskan secara informal.
- Profesionalisme tersingkir.
- Kritik terhadap pejabat dianggap serangan pada kekuasaan, bukan evaluasi kinerja.
Bila pekerjaan dianggap hak, maka negara wajib membuka akses seluas mungkin bagi semua warga negara, melalui sistem seleksi yang adil dan kompetitif.
UU Harus Menjamin Akses, Bukan Pengecualian
Revisi UU TNI tampaknya ingin memberi payung hukum untuk penempatan perwira aktif di jabatan sipil. Tapi bukankah itu justru membuat keadilan menjadi eksklusif?
Kalau kita mulai mengatur hak bekerja dengan aturan khusus, maka ia berhenti menjadi hak—dan berubah menjadi privilese yang dilindungi hukum.
Jangan Khawatirkan TNI, Khawatirkan Meritokrasi
Tak ada yang meragukan kapasitas banyak perwira TNI. Tapi yang kita jaga adalah prinsip: profesionalisme harus diuji lewat sistem yang adil, bukan lewat kekhususan dalam hukum.
Negara Bukan Tentang Kekuasaan, Tapi Tentang Akses
Negara yang besar bukan karena banyaknya jenderal di posisi sipil, tapi karena membuka ruang bagi semua warganya untuk bekerja dan berkontribusi sesuai kapasitas—tanpa harus minta izin lewat undang-undang khusus.
0 Komentar