Header Ads Widget

Header Ads

A+

6/recent/ticker-posts

Jalan Longsor Tak Kunjung Ditangani, Warga dan Lurah Turun Tangan

Inisiatif Lurah Zulken, S.P. bersama masyarakat dan swasta selamatkan akses utama Rumbai Barat


A+ | Pekanbaru – Di tengah gempita pembangunan kota yang terus digembar-gemborkan pemerintah daerah, ada kisah yang menyelinap pelan tapi menggigit: jalan longsor di Kelurahan Agrowisata, Rumbai Barat, tak kunjung diperbaiki meski sudah lama diusulkan. Di sinilah sebuah cerita berbeda dimulai—bukan dari ruang rapat dinas, tapi dari deru cangkul dan suara gotong royong warga.

Zulken, S.P., Lurah Agrowisata, tampak lusuh sore itu. Bukan karena jabatannya, tapi karena ia memilih turun langsung ke jalan—bukan sekadar menunggu dana aspirasi atau proyek APBD. Jalan utama yang menghubungkan masyarakat Rumbai Barat itu mulai rusak parah. Sudah ada korban jatuh, bahkan sampai lumpuh. Tapi surat permohonan ke Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Pekanbaru tampaknya tenggelam entah di rak siapa.

"Ini sudah lama kami usulkan ke pemerintah," kata Zulken. Ia tidak marah, hanya terdengar lelah. "Tapi karena belum ada realisasi, kami tidak ingin korban terus berjatuhan. Maka kami ambil inisiatif, bergotong royong bersama masyarakat dan pihak swasta."

Gotong royong yang ia maksud bukan sekadar slogan di spanduk. Di lapangan, Ketua RT dan RW, tokoh masyarakat, bahkan Babinsa dan Bhabinkamtibmas ikut turun tangan. Awaldi Hasibuan, tokoh masyarakat yang sudah uzur tapi masih punya semangat seperti anak muda, tampak ikut mengangkat batu cor.

Inilah Indonesia yang nyata: saat pemerintah daerah lamban, rakyat jalan duluan. Jalan yang longsor ini bukan jalan kecil yang hanya dilalui sepeda ontel. Ini akses utama. Tempat lalu-lalang pekerja, anak sekolah, dan ibu-ibu yang menuju pasar. Bahkan, kata Zulken, kerusakan jalan ini membuat drainase terganggu. Akibatnya banjir datang menyergap rumah-rumah di RT 04 RW 02.

Ironis. Di kota yang sedang giat membangun kawasan agrowisata, jalan menuju ke sana justru longsor dan tak dilirik. Padahal, ini bukan soal estetika, tapi soal nyawa.

Zulken sadar benar bahwa gotong royong ini hanya solusi sementara. Jalan rusak bisa ditambal, tapi sistem rusak tidak bisa diperbaiki dengan semen dan kerikil.

"Kami berharap pemerintah benar-benar hadir. Jangan tunggu korban berikutnya baru bergerak," ujarnya. Sebuah peringatan halus yang mengandung ledakan.

Tentu, yang paling bertanggung jawab seharusnya adalah Dinas PUPR Kota Pekanbaru. Jalan adalah urat nadi kota. Tapi jika urat nadi ini putus dan dibiarkan, maka yang lumpuh bukan hanya warga, tapi juga nurani pemerintahan.

Di balik kisah gotong royong ini, tersimpan pertanyaan besar: apakah pemerintah daerah masih ingat pada rakyat kecil di ujung Rumbai? Ataukah mereka hanya akan datang bila ada agenda seremonial?

Hari ini, Lurah Zulken dan warganya menambal jalan. Tapi esok, mungkinkah mereka juga harus menambal kepercayaan yang sudah mulai tergerus?

Sebab dalam diam jalan yang longsor, suara rakyat terdengar paling lantang.


Posting Komentar

0 Komentar