Header Ads Widget

Header Ads

A+

6/recent/ticker-posts

Tilang Elektronik dan Paradoks “Tabungan Nasional”

 Dari Pelanggaran Jadi Pemasukan Negara 


Oleh: Mahar Prastowo

Kita hidup di zaman di mana kamera bekerja lebih rajin daripada polisi, dan pelanggaran lalu lintas bukan lagi sekadar urusan tertib, tapi sudah menjelma jadi semacam tabungan nasional. Pemerintah menargetkan 120 juta pelanggaran lalu lintas per tahun melalui sistem ETLE (Electronic Traffic Law Enforcement). Jumlah itu setara dengan total penduduk Indonesia yang menengok ke kamera dan berkata: “Saya berdosa, dan saya siap bayar.”

Maka dari tilang, negara seperti menemukan mesin ATM baru. Bedanya, mesin ini bukan menarik uang dari orang yang ingin menabung, tapi dari orang yang lupa menyalakan lampu siang hari. Atau dari ibu-ibu yang buru-buru antar anak sekolah tapi lupa helm. Atau dari bapak-bapak yang pikir zebra cross itu tempat jemur cucian.

Mari kita hitung!

Rincian Pelanggaran dan Potensi Pemasukan Negara

1. Tidak Pakai Helm – Denda Rp250.000
10 juta pelanggaran = Rp2,5 triliun
Bisa bangun ribuan sekolah, tapi pelanggar tetap merasa helm itu merusak tatanan rambut.

2. Melanggar Lampu Merah – Denda Rp500.000
15 juta pelanggaran = Rp7,5 triliun
Bisa beli dua MRT, tapi ego manusia lebih cepat dari kereta.

3. Tidak Menyalakan Lampu Siang Hari – Denda Rp100.000
30 juta pelanggaran = Rp3 triliun
Pelanggaran favorit kamera. Enteng tapi cuan.

4. Tidak Pakai Sabuk Pengaman – Denda Rp250.000
20 juta pelanggaran = Rp5 triliun
Pelanggaran elit. Mobil mewah, lupa sabuk.

5. Pakai HP Saat Berkendara – Denda Rp750.000
5 juta pelanggaran = Rp3,75 triliun
Pelanggaran gen-Z. Demi TikTok, nyawa jadi konten.

6. Pelanggaran Lain (parkir sembarangan, STNK mati, dsb) – Denda Rp150.000
40 juta pelanggaran = Rp6 triliun


TOTAL POTENSI PEMASUKAN: Rp28,75 triliun


Jika benar terealisasi, ini bukan sekadar denda—ini sudah masuk kategori APBN Alternatif. Tanpa harus naikkan BBM atau jual BUMN.


Ingin Aman dari Kamera? Pakai Bodong Saja

Tapi tentu rakyat tak kehabisan akal. Kalau mau bebas dari pantauan kamera, cukup pakai kendaraan bodong. Plat nomor palsu, STNK sudah almarhum, pajak mati sejak zaman SBY. Kamera ETLE adalah alat cerdas buatan—tapi tetap alat. Ia buta pada yang tak tercatat. Tak bisa tilang kendaraan hantu.

Tapi jika Anda ingin jadi warga negara baik—atau pahlawan tak dikenal—hidupkan kembali kendaraan mati lewat program pemutihan pajak. Bayar pajak kendaraan, meski sebenarnya sudah dijual ke tetangga atau digadai ke koperasi kampung. Karena pajak adalah darah pembangunan. Sekaligus vitamin bagi koruptor.


Akhirul Kalam: Menabunglah Lewat Tilang

Jika dulu kita diajari slogan "Menabung pangkal kaya", kini kita mengenal versi baru: "Melanggar pangkal pembangunan". Hasil denda Anda bisa jadi jembatan, sekolah, bahkan proyek mercusuar IKN.

Jadi, silakan pilih. Mau hidup bebas tapi jadi hantu jalanan? Atau mau tercatat sebagai penyumbang pembangunan, walau hanya lewat pelanggaran lampu merah?

Selamat menabung, Indonesia.


---

Mahar Prastowo
Jurnalis yang juga pernah kena tilang karena lupa menyalakan lampu siang hari



Artikel ini telah tayang di kanal HUMOR: Mati Diketawain Ala Indonesia


Posting Komentar

0 Komentar