A+

6/recent/ticker-posts

LSAPAN: KONTRADIKSI PENYEHATAN BUMN

LEMBAGA STUDI DAN ADVOKASI

UNTUK PERLINDUNGAN ASET NEGARA

Komplek Liga Mas Indah Blok E-I No. 3, Duren Tiga, Pancoran, Jakarta 12760

Telp/fax: 021-7981766

Surat Terbuka untuk Presiden RI, Menteri Ekonomi, Meneg BUMN

KEBIJAKAN PEMERINTAH

UNTUK MENYEHATKAN BUMN KONTRADIKTIF


Pada rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Kamis, 24 Januari 2008, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan merasa kesal melihat kondisi BUMN yang pada saat harga komoditas di pasar dunia terus meningkat, pemerintah malah masih harus menyuntikkan dana ke BUMN. Untuk itu Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri Negara BUMN Sofyan A Djalil ingin mendorong BUMN menjadi perusahaan terhormat di kawasan domestik dan regional dengan melakukan privatisasi terhadap 34 BUMN.

Meneg BUMN mengatakan dengan tegas bahwa alasan pelepasan sebagian saham pemerintah di BUMN tersebut karena perusahaan-perusahaan tersebut membutuhkan pertolongan. Sabagai contoh Kertas Kraft Aceh hanya mampu berproduksi dan meraih keuntungan jika mendapatkan suntikan dana Rp 500 – Rp 600 miliar. PT Krakatau Steel gagal berproduksi memenuhi kapasitas terpasangnya sebesar 3,2 juta ton setiap tahun. Kalau perusahaan ini ingin menghasilkan 10 juta ton setiap tahun guna memenuhi pasar regional, maka 40 persen sahamnya harus dilepas ke swasta. Sementara itu banyak perusahaan perkebunan yang tidak mampu berkembang seperti PTPN III, IV, dan VII yang juga harus melepaskan sahamnya kepada swasta.

KONTRADIKTIF

Kebijakan pemerintah terhadap sebagian BUMN tersebut sebenarnya patut diwaspadai, karena kontradiktif dengan kebijakan-kebijakan pemerintah terhadap BUMN yang lain. Beberapa pejabat di bawah Meneg BUMN masih saja menerapkan praktek-praktek KKN dalam memperlakukan BUMN. Tragisnya perlakuan ini terjadi pada BUMN yang sehat dan penghasilannya justru meningkat. Hal ini justru menimpa Perhutani sebagai BUMN tertua yang berkat reformasi terhadap manajemennya kini memiliki omzet 2,1 trilyun rupiah pada tahun 2007. Penghasilan ini meningkat terus sejak tahun 2005 sebesar 1,47 trilyun rupiah dan tahun 2006 sebesar 1,75 trilyun rupiah. Kenaikan penghasilan ini murni merupakan perbaikan dari pengelolaan hutan lestari (SFM/Sustainable Forest Management), karena tingkat penghasilan tersebut dicapai tanpa menambah jumlah tebangan.

Bahkan Perhutani saat ini seharusnya pantas dijadikan model SFM yang berhasil di Indonesia, dibandingkan apa yang dipraktekkan pada HPH (Hak Pengusahaan Hutan). Prinsip SFM terpenting adalah penegakan good corporate governance yang terdiri dari aspek transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi. Berangkat dari aspek tersebut PERHUTANI juga berhasil mencegah praktek-praktek KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) sesuai dengan Inpres No. 5 Tahun 2004.

Dengan mewujudkan SFM yang konsisten dan konsekuen, maka prinsip-prinsip silvikultur dapat ditegakkan, seperti keseimbangan antara penebangan dan penanaman, pengawasan diameter tegakan dan usia panen, tertib administrasi dan registrasi tegakan, planologi dan kejelasan pembagian blok, pengelolaan usaha dan industri perkayuan, perlindungan hutan, partisipasi masyarakat, dan perhutanan sosial. Dengan cara ini Perhutani mampu mempertahankan sertifikasi hutan yang diberikan oleh FSC (Forest Stewardship Council). Perhutani adalah satu-satunya perusahaan Indonesia dan yang pertama kali mendapatkan sertifikat FSC, sehingga produk Perhutani bisa menembus pasar global.

Sertifikasi tersebut juga mensyaratkan Perhutani menerapkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan hutan. Dari pemantauan yang dilakukan terhadap PERHUTANI telah berhasil meningkatkan kesejahteraan sosial 5.600 desa hutan yang berada di sekitar kawasan hutannya. Masyarakat yang diuntungkan (beneficiary) oleh program kemasyarakatan PERHUTANI saat ini mencapai 62 juta orang dengan penyerapan tenaga kerja langsung 1,2 juta orang dan tidak langsung sebesar 23 juta orang. Walaupun nilai tanaman pangan yang menjadi obyek program kemasyarakatan telah mencapai 0,5 trilyun rupiah setiap tahun, PERHUTANI masih memberikan sharing setiap kali panen bagi masyarakat desa hutan setempat yang nilainya puluhan milyar setiap tahun. Hal ini akhirnya telah menurunkan angka pencurian kayu secara drastis.

PERMAINAN

Namun prestasi PERHUTANI dalam menegakkan SFM tersebut terancam ambruk. Ketua Dewan Pengawas, dengan alasan mengada-ada, mengusulkan Direktur Utama PERHUTANI, Transtoto Handhadari mengundurkan diri. Padahal yang bersangkutan pada Hari Anti Korupsi Se-dunia di Semarang justru mendapatkan penghargaan Anti Korupsi Award. Beberapa oknum Dewan Pengawas PERHUTANI mencoba mendeskreditkan prestasi tersebut untuk tujuan dan kepentingan tertentu. Oknum Dewan Pengawas tersebut juga melakukan lobi-lobi untuk mengganti Direktur Utama dengan cara-cara yang tidak elegan. Salah satu yang mereka lakukan adalah mendesak beberapa direktur mengundurkan diri untuk menggambarkan PERHUTANI dalam kondisi chaos. Mereka yang dipaksa untuk mengundurkan diri adalah Direktur Pemasaran (Achmad Fachrodji), Direktur Keuangan (Tjipta Purwita), dan Direktur Produksi (Upik Rosalina).

Ribut-ribut di PERHUTANI ini merupakan buntut dari permintaan tidak wajar oknum Dewan Pengawas untuk meminta berbagai fasilitas yang tidak wajar (mobil, uang rapat, serta usulan tentang orang-orang untuk menempati jabatan tertentu di PERHUTANI). Selama ini PERHUTANI memang BUMN yang belum mampu dijadikan sapi perah oleh para elit dan kekuatan politik. Jika hal ini sampai terjadi, maka harapan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menjadikan BUMN sebagai pemasok devisa andalan akan pupus.

Fungsi Dewan Pengawas untuk menegakkan SFM yang didasarkan pada good corporate governance di Perhutani, telah dijungkir-balikkan. Kini Dewan Pengawas justru telah memainkan politik praktis dan menjadikan PERHUTANI sebagai ajang bagi elit dan kekuatan politik dalam mendapatkan sumber dayanya.

Dari beberapa bahan informasi yang diperoleh, Ketua Dewan Pengawas PERHUTANI, Muslimin Nasution, ternyata memiliki catatan yang perlu dipertanyakan antara lain:

- Tidak menjalankan transparansi dalam pemanfaatan aset kampus (IPB), sehingga dalam kerjasama tersebut IPB sebagai BHMN telah dirugikan pada saat pembangunan Bogor Botany Square.

- Pada waktu menjabat Ketua Dewan Wali Amanah IPB yang bersangkutan telah menambah jumlah wali amanah yang hal ini bertentangan dengan undang-undang penetapan BHMN-IPB.

- Tidak menjalankan tertib organisasi dan administrasi pada saat menjadi Ketua Ikatan Alumni IPB, karena tidak pernah melakukan rapat pada lokasi (locus) yang legal yakni di sekretariat Ikatan Alumni IPB.

TUNTUTAN

Berdasarkan kenyataan di atas, maka LSAPAN menuntut kepada pemerintah untuk:

1. Menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan secara benar dalam mempertahankan kinerja BUMN yang sehat sebagai basis pemasukan devisa dengan menjalankan good corporate governance dan sustainable forest management..

2. Tidak terpengaruh dengan upaya dan keinginan dari beberapa elit dan kekuatan politik untuk melakukan pergantian jabatan personalia BUMN tanpa alasan yang jelas dan menjalankan kembali praktek KKN di tubuh BUMN.

3. Melakukan tindakan dan sangsi nyata terhadap jajaran Dewan Pengawas yang telah menyalahgunakan tugas pokok dan fungsinya guna menjadikan BUMN sebagai sapi perah dalam memperoleh dana politik.


Jakarta, 28 Januari 2008

Hari Sutanta

Direktur Bidang Advokasi

Posting Komentar

0 Komentar