Oleh: MAHAR PRASTOWO
Saya mendengarnya dari suara yang tegas tapi lembut. Dari layar Zoom yang tidak pernah berhenti berganti wajah, dari Cianjur ke Cirebon, dari Garut hingga Purwakarta. Di belakangnya ada baliho besar bertuliskan “Webinar Cek Kesehatan Gratis”, lengkap dengan logo LDII dan Dinas Kesehatan Jawa Barat.
Bukan ceramah. Bukan khutbah. Tapi dakwah—dalam bentuk lain. Melalui tensimeter, timbangan digital, dan hasil cek kolesterol.
Sabtu pagi, 3 Mei 2025, Kantor Sekretariat DPW LDII Jawa Barat di Grha Aulia, Jatinangor, mendadak menjadi studio televisi. Di situ bukan hanya para ustaz dan pengurus, tapi juga tenaga medis dan penyuluh kesehatan. Di layar, 27 kota dan kabupaten terhubung. Bukan untuk rapat, bukan untuk tabligh akbar, tapi untuk satu hal yang sangat duniawi: cek kesehatan gratis.
Tapi dari yang duniawi itu, tersirat nilai ukhrawi yang dalam.
“Menjaga kesehatan itu bukan hanya hak, tapi tanggung jawab,” kata Kepala Dinas Kesehatan Jawa Barat, Raden Vini Adiani. Nada bicaranya seperti seorang ibu yang sedang menasihati anaknya. Tegas, tapi mengayomi.
Ia tidak sedang menjual jargon. Ia bicara tentang fakta. Bahwa banyak penyakit datang diam-diam. Dan kita baru tahu saat sudah terlalu mahal untuk disembuhkan.
“Maka, medical check-up adalah pintu pertama. Ia mungkin membosankan. Tapi dari sinilah pencegahan dimulai,” katanya.
Saya mencatat kata "mencegah". Sebuah kata yang pelan-pelan kehilangan tempat di negeri yang sibuk memadamkan api saat rumah sudah terbakar.
Di sela-sela acara, muncul sosok yang berbeda. KH. Dicky Harun. Wajahnya bersih, matanya tajam. Ia bicara tidak banyak, tapi nadanya berwibawa. Ketua DPW LDII Jawa Barat ini tahu betul bagaimana menjahit antara dakwah dan pembangunan bangsa.
“Ini bukan sekadar cek kesehatan,” katanya. “Ini adalah bagian dari ikhtiar kita menyiapkan generasi sehat untuk menyongsong Indonesia Emas 2045.”
Kata-kata itu tak terdengar klise. Karena saya tahu, tak semua ormas keagamaan mau turun langsung ke ranah kesehatan. Apalagi menggelar kegiatan seperti ini secara simultan di 27 kota/kabupaten.
LDII melakukannya. Dan tidak setengah-setengah.
Yang menarik, LDII tidak hanya bicara soal sehat jasmani. Mereka menyelipkan nilai karakter dan akhlak dalam setiap langkah. Sehat, bagi mereka, bukan hanya tidak sakit. Tapi juga mampu menjalankan amanah, bekerja produktif, dan menjadi bagian dari solusi bangsa.
Saya jadi ingat satu hal. Di masa lalu, dakwah itu sering diartikan sebagai ceramah panjang di masjid atau pengajian rutin di mushala. Tapi kini, dakwah bisa muncul lewat kegiatan sosial. Lewat gotong-royong, pelatihan kewirausahaan, hingga... cek kesehatan gratis.
Itulah LDII hari ini. Mereka membaca zaman. Mereka tidak tinggal di menara gading. Mereka masuk ke jantung persoalan masyarakat.
Dan pemerintah, lewat Dinas Kesehatan, menangkap sinyal itu. Sinergi yang terlihat sederhana, tapi sesungguhnya sangat strategis. Kalau program seperti ini bisa ditiru oleh ormas lain, bayangkan betapa besarnya dampak yang bisa kita capai.
Acara selesai jelang tengah hari. Tapi di layar, masih banyak wajah yang enggan meninggalkan Zoom. Di Ciamis, seorang ibu paruh baya bertanya apakah hasil cek kolesterolnya normal. Di Bandung, seorang anak muda bertanya bagaimana menurunkan berat badan dengan pola makan sehat.
Saya yakin, mereka tidak sekadar datang untuk tahu tensi darahnya. Tapi karena mereka merasa ada yang peduli. Bahwa sehat itu bukan urusan pribadi saja. Tapi urusan bersama. Urusan dakwah.
Dan LDII telah memberi contoh. Bahwa dakwah itu tak selalu dengan dalil panjang, tapi cukup dengan tensimeter dan niat tulus.
Webinar itu selesai. Tapi gerakannya baru dimulai.
Saya menutup laptop, tapi tidak menutup cerita.
0 Komentar